Bentuk kedua jahiliyah yang disebut secara tegas dalam Al-Qur’an adalah hukum jahiliyah. Allah berfirman:
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?”
(QS. Al-Ma’idah: 50)
Ayat ini tidak semata-mata berbicara tentang hukum pidana atau peradilan, melainkan seluruh sistem aturan hidup yang mengatur manusia: dari ekonomi, politik, sosial, hingga ibadah.
Apa Itu Hukum Jahiliyah?
Hukum jahiliyah adalah setiap bentuk:
-
aturan,
-
perundang-undangan,
-
kebijakan publik,
-
tata kelola kekuasaan,
-
hingga tata cara ibadah,
yang bertentangan dengan wahyu Allah atau menyingkirkan wahyu sebagai rujukan utama.
Ketika akal dan kepentingan manusia ditempatkan di atas petunjuk Ilahi, saat itulah hukum jahiliyah lahir—meski dibungkus dengan istilah modern, legal, dan beradab.
BACA JUGA : Jahiliyah dalam Al-Qur’an (1): Prasangka dan Keyakinan yang Merusak Tauhid
Dampak Hukum Buatan Manusia
Sejarah mencatat, dominasi hukum buatan manusia telah melahirkan berbagai kerusakan, di antaranya:
-
ketimpangan ekonomi yang dilegalkan,
-
pajak mencekik rakyat kecil,
-
penindasan struktural yang sah secara hukum,
-
serta legalisasi kemaksiatan atas nama kebebasan dan hak individu.
Semua ini terjadi bukan karena ketiadaan hukum, tetapi karena hukum yang terlepas dari wahyu.
Ibadah Pun Bisa Dijahiliyahkan
Jahiliyah tidak selalu berarti meninggalkan ibadah. Masyarakat Arab pra-Islam tetap berhaji, namun mengubah tata caranya demi uang, status sosial, dan kepentingan kabilah.
Zina dilegalkan dengan nama pernikahan tertentu, tukar pasangan dianggap sah, dan pelacuran diterima sebagai tradisi. Ibadah tetap ada, tetapi kehilangan ruh tauhid dan ketaatan.
Pesan Tegas Al-Qur’an
Al-Qur’an memberi peringatan yang jelas:
ketika wahyu tidak lagi menjadi rujukan utama, maka arah hidup manusia akan gelap, sekalipun sistemnya tampak rapi dan modern.
Jahiliyah bukan soal zaman, melainkan soal siapa yang dijadikan hakim tertinggi, Allah atau hawa nafsu manusia. (*/)












