Khazanah

Hudaibiyah dan Pelajaran Kepemimpinan yang Sering Dilupakan Pemimpin Muslim

×

Hudaibiyah dan Pelajaran Kepemimpinan yang Sering Dilupakan Pemimpin Muslim

Sebarkan artikel ini
Foto: ilustrasi

TASIKMALAYA – Peristiwa Hudaibiyah bukan sekadar sejarah. Di dalamnya tersimpan ratusan hikmah kepemimpinan yang relevan bagi umat Islam hari ini, dari sikap optimisme, keteladanan, hingga komitmen menepati janji.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang hikmah yang terkandung dalam peristiwa Hudaibiyah:

“Sungguh sangat besar dan agung hikmah yang terkandung di dalamnya. Hanya Allah saja yang tahu. Dia-lah yang menciptakan sebab-sebabnya yang penuh dengan kebajikan, hingga tercapai tujuan dari hikmah tersebut. Segala puji bagi-Nya.”

Dalam kitab Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim—serta Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Mukhtasharnya—mengulas secara khusus hikmah di balik peristiwa ini. Bahkan disebutkan terdapat sekitar 139 pelajaran dan faedah dari Perjanjian Hudaibiyah.

Berikut beberapa pelajaran kepemimpinan penting dari Peristiwa Hudaibiyah yang patut direnungkan, khususnya bagi setiap muslim yang menjadi pemimpin—minimal bagi dirinya sendiri.

BACA JUGA : Jahiliyah dalam Al-Qur’an (4): Fanatisme dan Kesombongan yang Menutup Kebenaran

1. Optimisme di Tengah Situasi Sulit

Pada akhir tahun ke-6 Hijriyah, Rasulullah ﷺ bersama para sahabat berangkat dari Madinah menuju Mekkah untuk melaksanakan umrah. Namun, kaum Quraisy menolak mereka masuk ke Kota Mekkah. Kaum muslimin pun tertahan di wilayah Hudaibiyah.

Rasulullah ﷺ mengutus Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu untuk bernegosiasi. Quraisy kemudian mengirim utusan mereka, di antaranya Suhail bin Amr.

Ketika Rasulullah ﷺ melihat Suhail datang, beliau bersabda:

“Semoga Allah memudahkan urusan kalian.”

Sikap ini menunjukkan optimisme seorang pemimpin, bahkan saat kondisi tampak tidak menguntungkan. Seorang pemimpin tidak boleh larut dalam pesimisme, karena sikapnya akan memengaruhi mental orang-orang yang dipimpinnya.

2. Keteladanan Lebih Kuat dari Sekadar Ucapan (Talk Less, Do More)

Hasil perjanjian Hudaibiyah mengecewakan sebagian sahabat. Setelah perjanjian ditandatangani, Rasulullah ﷺ memerintahkan:

“Bangunlah, sembelihlah hewan kurban kalian dan bercukurlah.”

Perintah itu diulang hingga tiga kali, namun belum ada sahabat yang bergerak—bukan karena membangkang, melainkan karena beratnya perasaan yang mereka rasakan.

Rasulullah ﷺ lalu menemui Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Beliau menyarankan:

“Laksanakan saja perintah itu tanpa berkata apa-apa. Mulailah dari dirimu.”

Rasulullah ﷺ pun menyembelih hewan kurbannya dan mencukur rambutnya. Seketika, para sahabat pun bergegas mengikuti beliau.

Pelajaran penting: tindakan nyata seorang pemimpin jauh lebih efektif daripada sekadar perintah lisan. Keteladanan adalah bahasa kepemimpinan yang paling kuat.

3. Memberikan Motivasi kepada yang Dipimpin

Dalam pelaksanaan tahallul, Rasulullah ﷺ memberikan motivasi dengan menjelaskan keutamaan menggunduli rambut hingga plontos. Beliau bahkan mendoakan rahmat tiga kali bagi yang menggunduli rambutnya, dan satu kali bagi yang memendekkannya.

Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin perlu memberi dorongan dan motivasi, terutama saat mengajak kepada pilihan yang lebih utama.

4. Menepati Janji Meski Terasa Berat

Salah satu momen paling mengharukan dalam Perjanjian Hudaibiyah adalah ketika Abu Jandal bin Suhail bin Amr datang dalam keadaan terbelenggu untuk bergabung dengan kaum muslimin. Namun, sesuai isi perjanjian, Rasulullah ﷺ harus mengembalikannya kepada kaum Quraisy.

Dengan berat hati, Rasulullah ﷺ tetap menepati perjanjian tersebut.

Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menepati janji:

ٱلَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ ٱللَّهِ وَلَا يَنقُضُونَ ٱلْمِيثَـٰقَ
“Yaitu orang-orang yang menepati janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.”
(QS. Ar-Ra’d: 20)

Bandingkan dengan realita kepemimpinan hari ini: banyak janji ditebar saat kampanye, namun ditinggalkan saat tak lagi menguntungkan. Rasulullah ﷺ justru mencontohkan integritas sejati dalam kepemimpinan.

5. Tidak Gegabah Menilai Sebuah Keputusan

Sebagian sahabat merasa perjanjian Hudaibiyah merugikan kaum muslimin. Namun, Rasulullah ﷺ melihat jauh ke depan. Sejarah membuktikan bahwa perjanjian ini justru menjadi pintu kemenangan besar bagi Islam.

Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

“Secara zahir perjanjian itu tampak merendahkan kaum muslimin, namun pada hakikatnya itulah kemenangan bagi mereka.”

Pelajaran ini mengajarkan agar seorang muslim—terlebih pemimpin—tidak tergesa-gesa menilai persoalan hanya dari tampilan luar, serta senantiasa bertawakal dan ridha terhadap ketentuan Allah.

Peristiwa Hudaibiyah hanyalah sekelumit dari sirah Nabi Muhammad ﷺ, namun sarat dengan pelajaran kepemimpinan yang luar biasa. Andai para pemimpin muslim hari ini meneladani Rasulullah ﷺ—dalam optimisme, keteladanan, integritas, dan kebijaksanaan—niscaya umat ini akan kembali bangkit dengan izzah.

Rasulullah ﷺ bukan hanya pemimpin umat, tetapi teladan kepemimpinan sepanjang zaman. (*/)

Sumber : Prof. Dr. Zaid bin Abdil Karim Az-Zaid. Fikih Sirah Nabawiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *