TASIKMALAYAKU.ID – Setiap tanggal 4 Mei, dunia memperingati International Firefighters’ Day (IFFD) — sebuah momen sunyi yang menghidupkan kembali suara sirene, bara api, dan derap langkah para petugas pemadam kebakaran yang kerap luput dari sorotan. Hari ini bukan sekadar ritual tahunan.
Ia adalah ruang untuk mengenang mereka yang gugur saat menjalankan tugas, dan menghargai mereka yang masih berdiri di garis depan — bertaruh nyawa demi keselamatan orang lain.
Lahir dari tragedi dan dijiwai oleh solidaritas, IFFD pertama kali digaungkan pada tahun 1999. Pemicunya: insiden kebakaran hutan hebat di Linton, Australia, yang menewaskan lima petugas pemadam.
Sejak saat itu, peringatan ini menjelma menjadi ajang global untuk mengenang pengorbanan mereka yang kerap tak disebut namanya, tapi selalu hadir saat bahaya datang.
Namun, jauh sebelum itu, di abad ke-3, seorang pria bernama Santo Florianus sudah memimpin satuan pemadam kebakaran di bawah Kekaisaran Romawi.
Ia menjadi simbol awal keberanian dalam menghadapi api, dan gugur bersama pasukannya karena mempertahankan nilai kemanusiaan. 4 Mei—hari wafatnya—kemudian dijadikan patokan global untuk mengenang para pemadam kebakaran.
“Petugas pemadam tidak hanya memadamkan api,” ujar seorang komandan damkar di Jakarta. “Kami juga mengevakuasi korban banjir, kecelakaan, hingga menangani zat berbahaya. Kami adalah bagian dari sistem tanggap darurat yang lebih besar, meski tidak selalu terlihat.”
Masyarakat dunia kini mengenal simbol pita merah dan biru sebagai bentuk penghormatan universal terhadap pemadam kebakaran. Merah melambangkan api yang harus dihadapi, biru mewakili air yang digunakan untuk menaklukkannya. Dua warna yang bertolak belakang, tapi bersatu dalam satu misi: menyelamatkan.
Selain sebagai penghormatan, peringatan ini juga menjadi cermin bagi publik: sejauh mana kita menghargai mereka yang menjaga keselamatan kita dari balik asap dan panas? Banyak dari petugas ini bekerja dalam kondisi minim, dengan risiko tinggi, dan kerap menghadapi trauma psikis yang tak terlihat.
Di balik sorotan berita tentang kebakaran besar, ada kisah tentang keluarga yang menanti dengan cemas, anak-anak yang kehilangan orang tuanya, dan komunitas yang berusaha membangun kembali dari puing-puing. Peringatan IFFD adalah upaya menjaga ingatan kolektif agar jasa mereka tak menguap seperti asap yang lenyap setelah padam.
Hari ini, dunia tak hanya mengenang, tetapi juga diundang untuk beraksi — mengapresiasi, mendukung, dan memahami bahwa setiap sirene yang meraung bisa jadi adalah panggilan terakhir dari seorang pahlawan tanpa nama. (*)