TASIKMALAYA – Hari ini, kita tidak sekadar memperingati Hari Lingkungan Hidup. Lebih dari itu, ini adalah momentum untuk merenung dan bertanya, ke mana arah pengelolaan lingkungan kita saat ini? Ketika Bumi terus memberi, apakah kita sudah cukup menjaga?
Peringatan Hari Lingkungan Hidup tahun 2025 tidak bisa dilepaskan dari realitas suram yang sedang kita hadapi: maraknya tambang ilegal dan pencemaran limbah industri yang kian memprihatinkan.
“Realita ini mengancam bukan hanya keberlanjutan ekosistem, tetapi juga keadilan ekologis bagi generasi yang akan datang,” ujar Ketua Bidang Lingkungan Hidup HMI Cabang Tasikmalaya, Dikri Rizki Ramadhan, (5/6/2025).
Dalam perspektif ekologi sosial dan prinsip pembangunan berkelanjutan, lingkungan tidak boleh dilihat sebagai objek ekonomi semata. Ia adalah sistem kehidupan yang kompleks dan menyeluruh.
Manusia bukanlah penguasa tunggal atas alam, tetapi bagian integral dari ekosistem itu sendiri. Maka, perusakan lingkungan sesungguhnya adalah perusakan terhadap kehidupan kita sendiri.
Pembangunan berkelanjutan berdiri di atas tiga pilar utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiganya harus berjalan seimbang. Jika tambang ilegal dan industri tak ramah lingkungan dibiarkan merajalela, maka pembangunan kehilangan daya berkelanjutannya.
BACA JUGA : HMI Desak Tindakan Tegas, Sebut Pengawasan Joged Erotis di Kota Tasikmalaya Gagal!
Kerangka Hukum Sudah Ada, Tapi Lemah dalam Pelaksanaan
Indonesia sejatinya memiliki payung hukum yang kuat untuk perlindungan lingkungan hidup:
-
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: Menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
-
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Menekankan prinsip polluter pays, pencegahan pencemaran, dan partisipasi masyarakat.
-
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba): Mewajibkan izin dan AMDAL dalam setiap kegiatan pertambangan.
Namun, pelanggaran terhadap regulasi ini seringkali terjadi karena lemahnya penegakan hukum serta praktik rente ekonomi yang koruptif dan destruktif.
Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pendekatan sistematis dan integratif melalui:
1. Peningkatan Penegakan Hukum dan Transparansi
-
Bongkar praktik tambang ilegal dan industri tanpa izin.
-
Digitalisasi sistem perizinan dan publikasi data AMDAL secara terbuka.
2. Penguatan Partisipasi Masyarakat dan Lembaga Adat
-
Dukung peran komunitas lokal sebagai pengawas lingkungan.
-
Berdayakan kearifan lokal dalam pelestarian sumber daya alam.
3. Revitalisasi Sistem Pengelolaan Limbah Industri
-
Wajibkan sistem zero waste atau minimal waste-to-energy.
-
Berikan insentif bagi industri yang menerapkan prinsip ekonomi sirkular.
4. Kolaborasi Akademisi dan Teknologi Hijau
-
Libatkan kampus dan LSM dalam kajian dan mitigasi dampak lingkungan.
-
Gunakan remote sensing dan sistem pelaporan daring untuk pengawasan.
5. Edukasi Lingkungan bagi Generasi Muda
-
Integrasikan isu lingkungan dalam kurikulum dan organisasi pelajar/mahasiswa.
Hari Lingkungan Hidup bukanlah selebrasi seremonial belaka. Ini adalah panggilan moral dan spiritual bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari iman dan kemanusiaan.
“Kami, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tasikmalaya, menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk menolak tambang ilegal, menindak pencemar lingkungan, dan membangun sistem pengelolaan yang adil dan berkelanjutan,” pungkas Dikri Rizki Ramadhan. (rzm)