TASIKMALAYA – Kampung Siaga Bencana (KSB) Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, menggelar kegiatan mitigasi bencana yang unik dan interaktif dengan menjadikan anak-anak PAUD Ash Shobirin sebagai subjek utama edukasi. Langkah ini dilakukan untuk membangun generasi tangguh bencana sejak usia dini, khususnya di wilayah rawan bencana Kecamatan Cipatujah.
BACA JUGA : Rumah Semi Permanen di Karangjaya Ambruk Diguyur Hujan Deras, Pemilik Selamat
Kegiatan yang mengusung konsep belajar sambil bermain tersebut bertujuan menanamkan kesadaran dan membekali anak-anak dengan keterampilan praktis untuk menyelamatkan diri saat bencana terjadi.

“Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak bencana. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk memberikan edukasi dan pelatihan yang sesuai dengan usia mereka, agar mereka tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana,” ujar Zaenal, Ketua KSB Cipatujah, Jumat (14/11/2025).
Zaenal menegaskan, program ini merupakan bagian dari komitmen rutin KSB untuk memperkuat kesiapsiagaan, khususnya bagi kelompok rentan di masyarakat.
Kegiatan diawali dengan sesi sosialisasi yang melibatkan berbagai pihak. Tim dari Puskesmas Cipatujah memberikan penjelasan dasar mengenai pertolongan pertama, sementara perwakilan kepolisian turut mengedukasi anak-anak tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban dalam situasi darurat.
Anak-anak kemudian diperkenalkan dengan berbagai jenis bencana yang berpotensi terjadi di lingkungan mereka, seperti gempa bumi, banjir, dan tanah longsor.
Puncak kegiatan adalah simulasi evakuasi bencana yang dibuat menyenangkan agar anak-anak belajar tanpa rasa takut. Melalui konsep “Jurus-jurus Selamat”, para peserta diajarkan langkah-langkah dasar penyelamatan diri.
Gempa bumi: anak-anak belajar berlindung di bawah meja sambil melindungi kepala.
Banjir: mereka dilatih mengikuti rute evakuasi menuju tempat yang lebih tinggi.
Tanah longsor: anak-anak diajari menghindari area berbahaya dan mencari lokasi yang lebih stabil.
Simulasi yang berlangsung penuh tawa dan antusiasme itu memastikan bahwa pengetahuan penyelamatan diri dapat dipahami tanpa menimbulkan trauma atau kecemasan berlebihan.
Melalui fokus pada edukasi dini, KSB Cipatujah berharap dapat menciptakan fondasi generasi yang lebih siap menghadapi ancaman bencana di masa depan. Kegiatan ini juga menjadi ajakan bagi masyarakat luas untuk aktif terlibat dalam upaya mitigasi.
KSB menegaskan bahwa kesiapsiagaan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Peran keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat penting untuk meminimalisir risiko serta dampak buruk bencana yang mungkin terjadi. (Rizky Zaenal Mutaqin)












