Berita Utama

Warga Menang Lawan PTPN VIII, Tapi Malah Ditangkap: Kasus Sengketa Tanah di Ciamis Dibawa ke Mahkamah Internasional

×

Warga Menang Lawan PTPN VIII, Tapi Malah Ditangkap: Kasus Sengketa Tanah di Ciamis Dibawa ke Mahkamah Internasional

Sebarkan artikel ini
Foto/Istimewa

TASIKMALAYAKU.ID – Kasus sengketa tanah antara masyarakat Parahiang, Kabupaten Ciamis dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Batujajar telah melewati proses hukum panjang. Bahkan, proses tersebut telah mencapai tingkat kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Tiga putusan pengadilan menyatakan kemenangan rakyat. Anehnya, keputusan itu bukan dieksekusi, melainkan terjadi intimidasi kepada masyarakat yang diduga dilakukan oknum aparat berkedok preman.

Untuk mengamankan tanah masyarakat Wilayah Batulawang, Cisaga, Kabupaten Ciamis, Rohidin, SH, MH, M.Si selaku tokoh masyarakat Parahiang dengan gerak cepat (gercep) meregister tanah masyarakat di International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional.

“Saya meregister tanah masyarakat di Mahkamah Internasional untuk menekan pemerintah mengenai kasus tanah ini. Terpenting lagi kasus ini bisa enjajdi kajian internasional. Kasihan masyarakat,” kata Rohidin, (07/5/2025) melalui pesan singkatnya.

BACA JUGA : Menguak Peran Jonathan Frizzy dalam Sindikat Peredaran Vape Etomidate Lintas Negara

Berdasarkan dokumen resmi yang dimiliki Rohidin, menunjukkan putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor 3/Pdt.C/1999, tertanggal 15 April 1999, telah memenangkan masyarakat. Putusan ini dikuatkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Bandung melalui perkara No. 284/PDT/1999/PT.BDG pada 28 Oktober 1999.

Lalu, Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan tersebut melalui perkara No. 321 K/Pdt/2000. “Seharusnya aparat hukum sudah melaksanakan ekseskusi. Wajib hukumnya dilakukan eksekusi!,” kata Pemimpin Masyarakat Parahiangan ini.

Ia menegaskan dengan adanya tiga putusan bertingkat secara hukum perkara itu dimenangkan masyarakat yang menggugat PTPN VIII di wilayah Batulawang, Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis yang mengklaim tanah secara sepihak.

Kenyataannya, lanjut dia, aparat hukum, Polri dan aparat hukum tidak melaksanakan eksekusi. Padahal, dengan adanya kekuatan hukum, eksekusi lahan yang diduga diklaim sepihak oleh PTPN VIII di wilayah Batulawang, Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis wajib hukumnya dilakukan.

“Di lapangan bukan eksekusi melainkan menangkap tujuh warga, dan tiga di antaranya hingga kini dipenjara. Kalau keputusan hukum dilecehkan, jangan harap masyarakat percaya kepada hukum,” tutur sang tokoh, sekaligus Sultan Patrakusumah VIII.

Secara yuridis, perkara kasus pencaplokan tanah rakyat oleh PTPN ini sudah final dan tidak ada lagi ruang untuk gugatan balik. Berdasarkan dokumen resmi dari Mahkamah Agung RI, putusan kasasi Nomor 321 K/Pdt/2000 menjadi landasan hukum tertinggi yang memenangkan masyarakat Parahiang.

“Putusan pengadilan itu sebagai bukti sah kepemilikan tanah bagi rakyat. Kalau putusan Pengadilan tak diindahkan sama saja pelecehan terhadap putusan pengadilan sebagai institusi Penegak Hukum,” imbuhnya lagi.

Ironisnya, aparat di lapangan justru bertindak seolah menjadi alat perusahaan dan bukan menegakkan keadilan. Oknum aparat malah menakut-nakuti rakyat sehingga membuat situasi masyarakat menjadi ketakutan.

Untuk itu, Rohidin mendesak agar TNI, Polri, dan seluruh aparat penegak hukum tidak berdiri di pihak pengusaha yang telah kalah di pengadilan, tapi harus berdiri bersama rakyat untuk menegakkan hukum berupa pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.

“Kami meminta lahan dikembalikan kepada masyarakat sesuai hukum. PTPN VIII tidak lagi memiliki legitimasi atas tanah di Batulawang,” ujarnya.

Polri dan TNI sebagai garda pertahanan negara, seharusnya menjamin ketenangan rakyat dari segala bentuk ancaman dan senantiasa berpihak ke masyarakat bukan kepada korporasi.

“Saya berjanji akan terus mengawal kasus ini bersama rakyat parahiang termasuk menginvestigasi keberadaan warga yang di tahanan, dasar penahanan, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat. Negara tidak boleh kalah dengan premanisme berbaju aparat,” pungkas pria bergelar Sultan Patrakusumah VIII seraya menambahkan agar aparat senantiasa berada di barisan rakyat, karena secara yuridis rakyat berhak mendapatkan tanahnnya kembali. (dd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *