TASIKMALAYA – Suasana ceria belasan pelajar SMA Islam Alhidayah Tasikmalaya yang tengah menikmati akhir pekan di Curug Sula, Leuwi Beber, Desa Cukangjayaguna, Kecamatan Sodonghilir, mendadak berubah menjadi duka mendalam. Dua siswa kelas 12, Rizwan Ramdani dan Dede Ahmad Mustopa, meregang nyawa setelah terseret arus deras saat berenang, (6/9/2025).
BACA JUGA : Soal Longmarch Adhi Cahya, PT Yakespena Tegaskan PHK Sudah Sesuai Prosedur
Awalnya, rombongan berjumlah 18 pelajar itu hanya berniat botram nasi liwet di rumah salah satu teman mereka, Hanif. Seusai makan, sebagian siswa perempuan asyik berswafoto di sekitar curug, sementara para siswa laki-laki mencoba berenang di aliran sungai.
Nahas, Rizwan yang lebih dulu masuk ke air mendadak panik dan tenggelam. Melihat sahabatnya berjuang melawan arus, Dede spontan melompat untuk menolong. Namun keberanian itu justru menjadi awal tragedi.

“Awalnya memang Rizwan yang tenggelam. Dede coba menolong, tapi malah ikut terseret arus,” kata Kapolsek Sodonghilir, Iptu Caryadi, Minggu (7/9/2025).
Kedalaman curug mencapai empat meter dengan arus deras yang sulit ditaklukkan. Upaya penyelamatan tak berhenti sampai di situ. M Arsyil Akhir, salah satu sahabat korban lainnya, nekat ikut terjun untuk membantu. Namun ia pun nyaris kehilangan nyawa. Beruntung, Arsyil berhasil menyelamatkan diri dengan berpegangan pada batu besar di tengah sungai.
“Arsyil selamat karena sempat pegangan batu. Kalau tidak, mungkin dia juga ikut jadi korban,” tambah Iptu Caryadi.
Kepanikan melanda rombongan pelajar. Mereka berteriak meminta pertolongan warga. Tak lama kemudian, petugas gabungan dari Polsek Sodonghilir, Koramil 1223, BPBD, hingga Tagana datang melakukan pencarian.
Setelah beberapa jam menyisir aliran sungai, jasad Rizwan ditemukan pada Sabtu petang, disusul jasad Dede yang berhasil dievakuasi malam harinya.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan sekolah. Sosok Dede dikenang sebagai sahabat yang rela mengorbankan diri demi menolong rekannya. Namun upaya heroiknya harus dibayar dengan nyawa.
“Ini pelajaran pahit bagi kita semua. Air di curug itu deras, sangat berbahaya. Apalagi lokasi belum ada pengamanan khusus karena memang bukan tempat wisata resmi,” tutur Iptu Caryadi.
Kini, dua pelajar tersebut telah dimakamkan di kampung halamannya masing-masing. Sementara masyarakat setempat diimbau untuk lebih berhati-hati beraktivitas di kawasan sungai dan curug, terutama saat musim hujan ketika debit air meningkat. (Ls)