TASIKMALAYA — Emiten sektor rokok mendapat kabar baik setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tidak mengalami kenaikan pada 2026.
Kebijakan tersebut diputuskan usai pertemuan dengan perwakilan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). Meski tidak ada penurunan tarif, pembatalan rencana kenaikan CHT dinilai menjadi katalis positif bagi industri, karena beban keuangan emiten rokok diproyeksikan tidak bertambah pada tahun depan.
BACA JUGA : BGN Nonaktifkan 56 SPPG Terkait Insiden Keamanan Pangan Program MBG, Termasuk di Tasikmalaya?
Dampak keputusan ini terlihat jelas di lantai bursa. Dalam sebulan terakhir, saham-saham rokok mengalami lonjakan signifikan. Saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melesat 63,05% dan parkir di level Rp 13.900 pada penutupan perdagangan Senin (29/9/2025).
Saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) naik 60%, sementara PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) masing-masing menguat 76,40% dan 141,15% dalam periode yang sama.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina menjelaskan, beban cukai selama ini menjadi faktor terbesar yang menekan kinerja emiten rokok. Dari sisi kontribusi terhadap cost of goods sold (CGOS), GGRM membayar sekitar 80%, HMSP 70%, sedangkan ITIC hanya 10%.
“Dengan tarif cukai yang tidak naik, efek paling besar dirasakan GGRM karena memiliki setoran cukai terbesar,” ujar Martha, dikutip dari kontan.co.id.
Namun Martha juga menyoroti daya beli masyarakat yang masih tertekan. Kondisi ini mendorong sebagian konsumen beralih ke rokok kelas dua atau bahkan rokok ilegal.
Menurutnya, jika peredaran rokok ilegal bisa ditekan, peluang besar terbuka bagi WIIM yang kinerjanya konsisten positif. Dalam lima tahun terakhir, CAGR penjualan WIIM tercatat 25%, sementara pertumbuhan laba bersih mencapai 62%.
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah, menilai keputusan Menkeu Purbaya bukanlah bentuk dukungan langsung kepada industri rokok, melainkan langkah untuk memperbaiki iklim usaha.
“Dengan regulasi yang lebih baik, industri rokok bisa kembali pulih, penerimaan pajak meningkat, dan lapangan kerja tercipta lebih stabil. Selanjutnya, pemberantasan rokok ilegal akan menjadi game changer selain faktor cukai,” jelasnya.
Pandangan serupa disampaikan Equity Research Analyst Indo Premier Sekuritas, Andrianto Saputra dan Nicholas Bryan. Mereka menilai keputusan pemerintah sebagai sinyal pelonggaran kebijakan cukai di masa depan.
“Hal ini menguntungkan pemain rokok karena tidak perlu agresif menaikkan harga jual rata-rata (ASP) di tengah lemahnya daya beli,” tulis mereka dalam riset 26 September 2025.
Dengan asumsi tidak ada kenaikan cukai dan ASP naik 2%, Indo Premier memproyeksikan laba bersih HMSP tumbuh 20,6% dan GGRM meningkat hingga 86,2% sepanjang 2026. Namun, mereka mengingatkan sebagian besar potensi pertumbuhan ini sudah tercermin pada harga saham saat ini.
Oleh karena itu, Indo Premier masih memberikan peringkat netral terhadap sektor rokok, dengan kemungkinan revisi peringkat jika peredaran rokok ilegal berhasil ditekan. (LS)