TASIKMALAYA – Sektor startup digital Indonesia kembali menjadi sorotan tajam menyusul munculnya dugaan praktik bisnis tidak sehat yang melibatkan sejumlah perusahaan rintisan ternama. Setelah kasus Investree dan eFishery, kini giliran Tanihub yang disebut-sebut dalam dugaan kasus pencucian uang, memperpanjang daftar startup bermasalah di Tanah Air.
Rentetan kasus ini memunculkan kekhawatiran serius terhadap lemahnya tata kelola dan transparansi dalam operasional startup. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai tekanan untuk segera meraih profitabilitas sebagai salah satu akar persoalan yang melatarbelakangi maraknya pelanggaran tersebut.
“Hal ini tampaknya mendorong perusahaan digital melakukan fraud dengan praktik pembukuan ganda demi menunjukkan seolah-olah telah untung, terutama di hadapan investor,” ujar Nailul, Minggu (3/8/2025), dikutip dari kontan.
Ia mencontohkan kasus eFishery, yang pada tahun 2022 sempat diberitakan mencetak keuntungan besar bahkan melebihi startup dengan status decacorn. Keberhasilan tersebut membuat eFishery tampak menonjol di tengah kondisi banyak startup yang masih merugi. Namun, jika benar terjadi manipulasi laporan keuangan, Nailul memperingatkan bahwa dampaknya bisa luas dan sistemik terhadap ekosistem digital secara keseluruhan.
BACA JUGA : Ruhut Sitompul Soroti Retaknya Kemesraan Prabowo-Jokowi: “Kami Tak Mengira”
“Kasus-kasus ini telah menggerus kepercayaan investor. Mereka mulai berpikir ulang untuk menanamkan modal, apalagi sejak 2022 pendanaan startup sudah menurun karena kenaikan suku bunga,” tambahnya.
Data dari platform riset Dealroom.co menunjukkan bahwa total investasi ke startup digital Indonesia mengalami penurunan tajam, dari Rp144,06 triliun pada 2021 menjadi hanya Rp5,39 triliun hingga November 2024. Penurunan drastis ini mencerminkan perubahan sikap investor yang mulai mengedepankan kehati-hatian.
Kendati demikian, Nailul tetap optimistis akan adanya perbaikan. Ia menilai momentum saat ini dapat dijadikan titik balik untuk membenahi fondasi bisnis startup nasional agar lebih sehat dan berkelanjutan.
“Pola investasi ke depan harus lebih menekankan transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik. Investor juga diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi turut membekali startup dengan pemahaman manajemen risiko, keuangan, dan strategi pertumbuhan jangka panjang,” jelasnya.
Menurut Nailul, kasus eFishery bisa menjadi pelajaran penting sekaligus momentum refleksi bagi pelaku industri dan pemangku kepentingan. Ia berharap, dari berbagai krisis ini dapat tumbuh kesadaran kolektif untuk memperkuat integritas bisnis digital di Indonesia. (LS)