Politik

Rhenald Kasali: Kereta Cepat adalah Keniscayaan Zaman, tapi KPK Jangan Diam Soal Isu Korupsi

×

Rhenald Kasali: Kereta Cepat adalah Keniscayaan Zaman, tapi KPK Jangan Diam Soal Isu Korupsi

Sebarkan artikel ini
Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) kini menjadi sorotan publik.

TASIKMALAYA – Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali, menilai polemik proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) harus dipandang secara objektif sebagai bagian dari kemajuan zaman, meski di sisi lain tak lepas dari persoalan tata kelola dan isu korupsi yang kini ramai diperbincangkan publik.

BACA JUGA : Mantan Wakapolri Soroti Rusaknya Tradisi Meritokrasi Polri Sejak Era Jokowi

Dalam pandangannya, pembangunan moda transportasi berkecepatan tinggi adalah konsekuensi logis dari perubahan zaman yang menuntut efisiensi dan mobilitas tinggi.

“Kereta cepat semakin hari semakin hangat. Barangnya sudah jadi, sudah bergerak, dan tentu saja dunia memang bergerak ke arah kecepatan,” ujar Rhenald dalam kanal YouTube miliknya, dikutip dari rmol.id, (28/10/2025).

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali.

Ia menilai percepatan infrastruktur bukan hal baru di Indonesia. Rhenald mencontohkan, perjalanan Jakarta–Surabaya yang dulu memakan waktu hingga 24 jam lewat Pantura kini dapat ditempuh 10–12 jam berkat jaringan tol. Begitu pula perjalanan Jakarta–Bandung yang kini bisa ditempuh dalam waktu singkat melalui kereta cepat.

“Luar biasa kan kemajuannya. Dulu ke Bandung lama, sekarang bisa cepat. Jadi inilah perkembangan zaman,” katanya.

Namun, di balik capaian itu, Rhenald mengingatkan bahwa publik kini tengah diselimuti kemarahan akibat dugaan penyimpangan dan korupsi yang membayangi proyek strategis nasional tersebut. Ia menegaskan, lembaga antirasuah harus proaktif menindaklanjuti isu tersebut tanpa menunggu laporan masyarakat.

“Tentu saja kita mengharapkan KPK jangan diam dong. Ini kan jadi ramai ke mana-mana. KPK menunggu laporan masyarakat dan lain sebagainya, nggak perlu. KPK langsung bergerak seperti kata Prof Mahfud MD. Kalau korupsi memang harus dituntaskan, kita nggak main-main terhadap masalah korupsi,” tegasnya.

Rhenald menilai isu kereta cepat tidak sesederhana persoalan teknologi dan kecepatan, tetapi menyangkut kompleksitas kebijakan dan pembiayaan. Ia mengidentifikasi setidaknya ada 11 aspek penting yang perlu dicermati dalam proyek tersebut.

“Pertama, korupsi. Kedua, utang. Ketiga, biaya terutama perbandingan antarnegara dan cost overrun. Lalu APBN yang pernah diberikan kepada perusahaan kereta api. Yang kelima, sebenarnya kita butuh atau tidak sih,” jelasnya.

Lebih jauh, ia membandingkan biaya per kilometer proyek kereta cepat Indonesia dengan negara lain. Rhenald menyebut, persepsi biaya tinggi di Indonesia perlu dilihat secara proporsional karena setiap negara memiliki karakteristik dan tantangan berbeda.

“Indonesia kesannya tinggi sekali ya, tapi tiap negara beda-beda. Di California aja nggak jadi-jadi dari tahun 2008 sampai sekarang,” ujarnya, merujuk pada proyek kereta cepat di Amerika Serikat yang hingga kini belum rampung meski sudah menghabiskan lebih dari 100 miliar dolar AS.

Rhenald juga menyoroti aspek keberlanjutan, jumlah penumpang, hingga model bisnis yang dijalankan. Menurutnya, proyek infrastruktur sebesar ini harus dikaji secara jujur dan terbuka agar tidak menjadi beban fiskal jangka panjang.

“Yang ke-10 bisnis model, dan yang ke-11 Jepang versus China. Saya seringkali mengatakan Indonesia ini bisa apes karena geopolitik, pertarungan antar dua negara,” pungkasnya. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *