Nasional

Perlukan Indonesia Mengembangkan Energi Nuklir?

×

Perlukan Indonesia Mengembangkan Energi Nuklir?

Sebarkan artikel ini
nuklir3 e1751721779127
Rohidin SHMH M.Si e1751721960427
Rohidin, SH, MH, M.Si

TASIKMALAYA – Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Rusia. Hasil pertemuan kedua negara sepakat menjalin kerjasama di berbagai sektor strategis termasuk bidang pengembangan energi nuklir. Bahkan, Putin dalam pertemuan itu berkeinginan untuk merealisasikan proyek nuklir di bidang damai, kesehatan, pelatihan staf.

Kata nuklir saat ini menjadi bahan perbincangan hangat dunia. Bahkan kata nuklir identik dengan perang. Perang Iran vs Israel yang sudah berjalan lebih dari 12 hari sangat kental dengan istilah bom nuklirnya. Israel dibantu AS menyerang Iran dengan dalih Iran tengah gencar mengebangkan nuklir.

Dengan tagline untuk menyelamatkan dunia dari ancaman nuklir, Israel pun nekat menyerang Iran. Iran tak terima, dan melakukan serangan balasan menggunakan rudal nuklir. Sungkatnya, nuklir kini menjadi penyebab konflik Iran vs Israel yang hingga kini masih berlangsung.

Kata nuklir,  kini membuat banyak orang termasuk saya menjadi trauma. Sekalipun begitu, rencana pengembangan nuklir Indonesia-Rusia setidaknya bukan untuk sok jago, melainkan nuklir dikembangkan untuk menggapai kemaslahatan manusia.

nuklir1

Misalnya, pengebangan bahan bakar minyak, dunia kesehatan, dan sektor PLN yang hingga kini masih belum merata terutama di daerah-daearah luar Pulau Jawa. Kerja sama pengembangan nuklir Indonesia-Rusia sektor PLN  merupakan salah satu bukti nyata pengembangan nuklir damai berbuah rahmatan lilalamin, bukan nuklir perang yang laknatan lilalamin.

Pengembangan nuklir untuk PLN perlu segera dilakukan  agar semua rakyat Indonesia dapat merasakan cahaya PLN tersebut.  Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir, pemerintah membuka pintu bagi pelaku usaha yang ingin membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.

BACA JUGA : Geopolitik dan Kepentingan Global di Balik Perang Iran vs Israel

Hadirnya aturan tersebut menjadi titik terang perkembangan teknologi nuklir Tanah Air yang sejak beberapa dekade terakhir cenderung stagnan. Dengan adanyakerjasama bila teral Indonesia-Rusia diharapkan dapat melahirkan PLN tenaga nuklir sehingga rakyat Indonesia merasakan terang benderangnya pemerintahan era Prabowo.

Presiden RI pertama Ir. Sukarno, merupakan orang pertama yang menggagas ihwal urgensi nuklir. Kondisi politik global yang memanas dengan diperkuat  persaingan senjata nuklir pada waktu itu, membuat presiden pertama kepincut untuk mengembangkan teknologi nuklir.

Maka, pada 1958 dibentuklah Lembaga Tenaga Atom (LTA) yang diketuai G.A Siwabessy. Lembaga ini memiliki tujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi nuklir. Melalui LTA, Sukarno ingin nuklir yang digagas Indonesia dapat mengubah dunia menjadi lebih damai.

Mengutip Robert M. Cornejo dalam “When Sukarno Sought the Bomb: Indonesia Nuclear Aspiration in the mid-1960s” (Thesis, 1999), gagasan itu pada 1960 direalisasikan melalui kerjasama dengan Amerika Serikat. Amerika yang menggagas Atom for Peace menerima Indonesia dengan tangan terbuka.

Lantas, dikirimkanlah bantuan dana sebesar 350 ribu dollar dan 6 kg plutonium untuk pembangunan reaktor nuklir di Bandung. Jumlah ini sebagai bantuan maksimal yang bisa diberikan Paman Sam. Amerika tidak menambah bantuan, lantaran ketakutan Indonesia akan menyalahgunakan nuklir tersebut.

Sebagai bukti nyata bantuan tersebut maka pada 1965 Indonesia membangun reaktor nuklir pertama Indonesia bernama Triga Mark II berdaya 250 kW. Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Keselamatan Nuklir, tentu saja Indonesia berkewajiban membuat national report sebagai salah satu bentuk komitmen Indonesia di bidang keselamatan nuklir (nuclear safety).

Di dalam Konvensi Keselamatan Nuklir ke-7, yang digelar 27 Maret sampai dengan 7 April 2017, Kepala BAPETEN Jazi Eko Istiyanto memaparkan laporan di dalam Country Group-6, tepatnya Kamis (30/3/2017).

Belajar dari Iran dan IKN

Sejarah terulang kembali. Gagasan reaktor nuklir yang vakum, kini mencoba dibangkitkan kembali era Prabowo (2025). Melalui hubungan bilateral Indonesia-Rusia,   Presiden Pladimir Putin Kamis (19/6) menggagas kerjasama bilateral dengan Indonensia tentang pengembangan nuklir damai.

“Kami terbuka untuk kerja sama dengan Indonesia di bidang nuklir. Kami berkeinginan untuk merealisasikan proyek nuklir di bidang damai, termasuk bidang kesehatan, pertanian, dan pelatihan staf,” kata Putin didampingi Prabowo, menjawab pertanyaan wartawan, di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Rusia.

Keseriusan Putin bekerjasama dengan Indonesia bidang nuklir memang sudah berjalan lama. Hal ini terungkap dari penyataan Putin bahwa sudah lebih dari 500 orang Indonesia belajar bidang pelatihan staf di Rusia.

Untuk lebih mengintensifkan kerjasama itu, Putin mengaku akan berupaya untuk memberikan kemudahan perjalanan wisata, dengan cara  memulihkan penerbangan langsung dari Moskow ke Pulau Bali. Termasuk, membuka Konsulat Jenderal Rusia di Pulau Bali pada Januari 2025.

Gagasan mengembangkan nuklir damai Indonesia-Rusia memang menjadi perbincangan dunia. Hampir 69% negara-negara didunia menolak Rencana tersebut. Melihat fenomena ini tentu saja harus menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia. Indonesia harus berpkir jernih dan panjang serta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depan. Kita harus belajar dari Konflik Iran dan Israel yang merupakan bukti nyata yang harus kita ambil hikmahnya.

Jika Indonesia tetap pada pendiriannya mengembangan nuklir setidaknya ada dampak yang diperoleh Indonesia. Pertama, disegani oleh negara-negara di dunia, dan kedua harus diperhitungan sisi negatifnya berupa sangsi mulai ekonomi sosial, politik bahkan militer.

Sudah siapkan Indonesia menghadapi kemungkinan-kemungkinan sisi negatif jika  menimpa Indonesia. Para petnggi negara harus mengkaji rencana itu secara koprehensif sehingga tak terkesan memaksakan diri yang dibalut ambisi pribadi. Kasus Jokowi membangun IKN di Kalimantan merupakan contoh buruk pembangunan yang didesain berdasarkan ambisi pribadi. (*)

Oleh: Rohidin, SH, MH, M.Si
(Penulis adalah Sultan Patrakusumah VIIITrustee Guarantee Phoenix Ina 18, dan Peerhati Kebijakan Publik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *