TASIKMALAYA– Pemerintah Kota Tasikmalaya kembali menyoroti maraknya peredaran rokok ilegal yang berdampak langsung pada turunnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima daerah.
Penurunan DBHCHT ini terjadi karena negara kehilangan potensi pendapatan dari cukai yang seharusnya dibayarkan oleh produsen atau pengedar rokok ilegal. Dampaknya, alokasi dana untuk kesehatan masyarakat, penegakan hukum, hingga program ekonomi menjadi lebih kecil.
BACA JUGA : Hotel Tasik Ditutup Sementara Usai Kasus Penyekapan, Disporabudpar: Harus Benahi SOP
“Kita solid dan bersinergi dalam pengawasan dan penindakan di bidang cukai. Kerja sama ini bukan hanya formalitas, tetapi bukti keseriusan menindaklanjuti peredaran rokok ilegal,” ujar Viman Alfarizi, Kamis (27/11/2025).
Viman menyebut, di wilayah Priangan Timur saja terdapat 5,5 juta batang rokok ilegal dengan nilai ekonomis mencapai Rp 8 miliar.
“Jumlah ini bukan sedikit. Angka yang sangat besar dan merugikan,” jelasnya.
Tahun ini, Pemkot Tasikmalaya hanya menerima DBHCHT sebesar Rp 8,7 miliar, jauh lebih rendah dari potensi yang seharusnya didapat bila tidak terjadi kebocoran dari rokok ilegal.

Viman juga mengimbau masyarakat untuk menjauhi bahaya merokok. Namun apabila masih merokok, ia berharap masyarakat membeli produk yang legal dan berpita cukai resmi.
“Rokok ilegal merugikan semua pihak. Selain melanggar hukum, kualitasnya tidak memenuhi standar kesehatan,” ujarnya.
Pemusnahan rokok ilegal dilakukan di Balaikota Tasikmalaya dengan cara dibakar. Namun hanya sebagian kecil yang dimusnahkan secara simbolis, sementara sebagian besar dimusnahkan di pabrik di Bogor dan disaksikan secara daring.
Dari hasil penindakan di wilayah Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran, aparat mengamankan 5,5 juta batang rokok ilegal senilai Rp 8,1 miliar. Bila rokok tersebut membayar cukai, potensi pendapatan negara yang masuk mencapai Rp 4 miliar.
“Khusus Priangan Timur, potensi cukai yang hilang mencapai Rp 4,1 miliar,” tegas Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Barat, Finari Manan, saat pemusnahan di Balaikota Tasikmalaya.
Finari menegaskan, penjualan rokok ilegal merupakan tindak pidana yang memiliki konsekuensi berat.
“Dendanya bisa tiga kali lipat dari kerugian negara. Jika tidak mampu membayar, pelaku dapat dikenakan hukuman penjara. Harapannya ada efek jera,” tuturnya.
Karena permintaan masyarakat masih tinggi, Finari menilai langkah edukasi dan penyadaran jauh lebih efektif daripada tindakan represif semata.
“Rokok legal saja sudah berbahaya, apalagi rokok ilegal yang komposisinya tidak jelas. Pencegahan lebih baik daripada penindakan,” tegasnya. (Rizky Zaenal Mutaqin)












