TASIKMALAYAKU.ID – Persoalan pembangunan minimarket di atas lahan sawah yang dilindungi kembali mencuat ke permukaan. Hal ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di DPRD Kota Tasikmalaya, menyusul sorotan tajam dari kelompok aktivis Serikat Mahasiswa Peduli Tasikmalaya.
RDP yang dipimpin Wakil Ketua DPRD, H. Hilman Wiranata, menghadirkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Dinas PUTR, Dinas Lingkungan Hidup, DPMPTSP, Dinas KUMKM Perindag, serta Satpol PP.
Dalam rapat tersebut, terungkap fakta mencengangkan: sebuah minimarket yang berdiri di Jalan Lingkar Utara, Kecamatan Purbaratu, beroperasi tanpa izin bangunan yang sah.
Minimarket itu memang sudah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB), tetapi belum memiliki dokumen penting seperti SIMBG (Surat Izin Mendirikan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi).
Parahnya lagi, lokasi bangunan berada di atas lahan yang berstatus Lahan Sawah Dilindungi (LSD) menurut penetapan Kementerian ATR/BPN.
Kendati demikian, Dinas PUTR menyampaikan bahwa berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), kawasan tersebut masuk ke dalam zona perdagangan linier. Hal inilah yang membuat proses perizinan menjadi rumit, karena status lahan dan zonasi saling bertentangan.
Untuk bisa mendapatkan izin bangunan, pemilik minimarket harus mengajukan permohonan ke Kementerian ATR/BPN agar lahan tersebut bisa dikeluarkan dari kategori LSD. Namun hingga kini, proses tersebut belum selesai.
Usai rapat, H. Hilman Wiranata menyatakan bahwa memang ada pelanggaran dalam proses pembangunan minimarket tersebut.
“Ada kekeliruan, karena bangunan sudah berdiri tanpa izin lengkap. Zonasinya memang perdagangan, tapi status lahannya masih LSD,” ujarnya.
Para mahasiswa dalam rapat mengusulkan agar diberikan waktu dua minggu untuk menyelesaikan proses perubahan status lahan. Namun pihak DPRD menilai perlu dilihat terlebih dahulu apakah tenggat tersebut realistis, mengingat prosesnya harus melalui kementerian.
Jika dalam waktu yang wajar status lahan tidak juga berubah, maka perizinan tidak bisa diproses, dan bangunan kemungkinan besar harus ditutup.
“Kalau tidak ada jalan keluar, kita akan rekomendasikan penutupan kepada dinas terkait,” tegas Hilman. (*)