Pendidikan

Mahasiswa STISIP Tasikmalaya Gelar Refleksi Merah Putih, Tuntut Pengadilan HAM Ad Hoc

×

Mahasiswa STISIP Tasikmalaya Gelar Refleksi Merah Putih, Tuntut Pengadilan HAM Ad Hoc

Sebarkan artikel ini
Aksi Mahasiswa STISIP Tasikmalaya Soroti Macetnya Penyelesaian Kasus HAM Berat. Foto: Rizky Zaenal Mutaqin/tasikmalayaku.id

TASIKMALAYA – Ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Tasikmalaya menggelar agenda bertajuk “Refleksi Merah Putih: Ruang Menolak Lupa” di kampus setempat, Selasa (30/9/2025). Aksi tersebut menjadi ruang kritik terhadap macetnya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat serta meningkatnya represi aparat terhadap gerakan mahasiswa.

BACA JUGA : Najwa Agnia Cuandana Raih IPK Tertinggi pada Wisuda Universitas BTH Tasikmalaya

Agenda dimulai dengan pemutaran film dokumenter “Meniti Jalan Keadilan” yang dilanjutkan diskusi bersama, sebelum mencapai puncak dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Presiden Mahasiswa STISIP Tasikmalaya, Rifqi Sabilla.

Soroti Kegagalan Negara

Dalam pernyataannya, Rifqi menegaskan bahwa negara gagal menuntaskan amanah reformasi terutama terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Ia menyebut macetnya penanganan bukan disebabkan oleh ketiadaan payung hukum, melainkan keengganan politik Presiden dan DPR untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.

Aksi Mahasiswa STISIP Tasikmalaya Soroti Macetnya Penyelesaian Kasus HAM Berat. Foto: Rizky Zaenal Mutaqin/tasikmalayaku.id

“Keadilan terkunci oleh kekuasaan. Kami menolak kompromi melalui jalur non-yudisial. Keadilan sejati hanya datang dari pengadilan yang menghukum pelaku, bukan sekadar kompensasi. Jika tidak, impunitas akan menjadi warisan abadi bangsa ini,” tegas Rifqi di hadapan massa aksi.

Rifqi juga menyinggung praktik represi yang masih dialami mahasiswa hingga kini. Menurutnya, insiden tewasnya mahasiswa bernama Affan serta penangkapan sejumlah aktivis dalam aksi Agustus–September 2025 menjadi bukti bahwa kekerasan aparat masih berulang.

“Represi masa kini adalah cermin masa lalu. Negara gagal menjamin hak dasar kami untuk bersuara,” ujarnya.

Tiga Tuntutan Mendesak

Dalam aksi tersebut, mahasiswa STISIP Tasikmalaya merumuskan tiga tuntutan utama yang ditujukan kepada Presiden dan DPR RI.

  1. Tuntutan atas Utang Sejarah (Kasus HAM Berat 1998):

    • Mendesak Presiden segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili pelaku dan atasan yang bertanggung jawab atas tragedi 1998.

    • Menuntut pemerintah memberikan kepastian status hukum bagi korban penghilangan paksa dan keluarga mereka.

  2. Tuntutan atas Hak Sipil dan Keadilan Kontemporer (Insiden 2025):

    • Membebaskan tanpa syarat rekan-rekan mahasiswa dan aktivis yang masih ditahan.

    • Mengusut tuntas kasus kematian Affan melalui investigasi independen dan transparan, serta menindak aparat yang melakukan kekerasan berlebihan.

    • Mendesak reformasi konkret Polri dalam prosedur pengamanan aksi unjuk rasa.

  3. Tuntutan Penguatan Tata Kelola Negara:

    • Mendesak pemerintah dan DPR menghentikan kebijakan yang hanya menguntungkan elit politik dan menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama.

Aksi Simbolik

Rangkaian kegiatan ditutup dengan mimbar bebas dan aksi simbolik menyalakan lilin, yang dimaknai sebagai pengingat bahwa keadilan belum sepenuhnya hadir bagi korban pelanggaran HAM maupun rakyat yang menjadi korban kekerasan negara.

“Kami meyakini stabilitas sejati hanya bisa dicapai melalui keadilan dan akuntabilitas. Kami menunggu tindakan nyata dari Presiden dan DPR, bukan janji kosong,” pungkas Rifqi. (rzm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *