Politik

KPU RI: Masa Jabatan Anggota DPRD Berpotensi Diperpanjang Pasca Putusan MK

×

KPU RI: Masa Jabatan Anggota DPRD Berpotensi Diperpanjang Pasca Putusan MK

Sebarkan artikel ini
03 Idham Batas
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik. INSTAGRAM@KPU_RI

TASIKMALAYA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka peluang perpanjangan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seiring dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.

Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU, Idham Holik, mengungkapkan bahwa pemerintah bisa memilih opsi perpanjangan masa jabatan sebagai solusi konstitusional yang relevan.

Pernyataan ini disampaikan Idham menyusul putusan MK yang menetapkan bahwa pemilu nasional yang mencakup presiden, DPR, dan DPD, harus dipisahkan pelaksanaannya dari pemilu daerah yang memilih kepala daerah dan anggota DPRD. Putusan tersebut memicu pertanyaan hukum dan teknis mengenai keberlanjutan masa jabatan anggota DPRD saat ini, mengingat ketidaksinkronan waktu antara dua pemilu tersebut.

BACA JUGA : Pakar Hukum: Putusan MK Soal Pemilu Bentuk Judicial Activism yang Sah

“Kalau merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebenarnya ada celah hukum yang memungkinkan masa jabatan anggota DPRD diperpanjang,” kata Idham, (29/6/2025), dikutip dari tempo.co.

Ia mengacu pada Pasal 102 ayat 4 dan Pasal 155 ayat 4 UU tersebut, yang menyatakan bahwa masa jabatan anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota adalah lima tahun, atau berakhir setelah pengucapan sumpah oleh anggota DPRD periode berikutnya.

“Kalau merujuk pada klausa dalam kedua pasal ini, masa jabatan anggota DPRD berpotensi diperpanjang,” tambah Idham.

Dengan demikian, bila pemilu daerah digelar mundur atau terpisah jauh dari pemilu nasional, maka anggota DPRD yang masa jabatannya habis bisa tetap menjabat hingga pelantikan anggota baru.

Ini bisa menjadi opsi utama dalam rapat-rapat koordinasi antara pemerintah, KPU, DPR, dan lembaga-lembaga terkait dalam menindaklanjuti implikasi putusan MK tersebut.

Skenario ini dinilai lebih konstitusional ketimbang memaksakan pelaksanaan pemilu secara bersamaan, yang justru telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

Idham menegaskan bahwa KPU akan tetap mengikuti proses legislasi yang dilakukan para pembentuk undang-undang, namun memberikan masukan-masukan teknis dan hukum demi memastikan transisi yang tertib dan tidak melanggar asas kepastian hukum.

“Yang jelas, KPU siap menjalankan apapun keputusan yang ditetapkan dalam proses legislasi berikutnya,” pungkasnya.

Putusan MK soal jeda dua tahun antara pemilu nasional dan daerah telah mengubah arah sistem pemilihan serentak di Indonesia, memaksa para pemangku kebijakan untuk melakukan penyesuaian besar dalam kalender politik nasional. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *