TASIKMALAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengusut dugaan aliran dana kasus korupsi kuota haji 2023–2024. Desakan ini muncul setelah beredar risalah internal Syuriyah PBNU yang memuat indikasi pelanggaran tata kelola keuangan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
BACA JUGA : Soal Ijazah, Denny Indrayana: Jokowi Tidak Tunjukkan Sikap Kenegarawanan
Dorongan tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto. Menurutnya, pelibatan PPATK diperlukan untuk menelusuri kemungkinan adanya penerima aliran dana terkait kasus tersebut, termasuk yang disebut mengarah ke sejumlah petinggi PBNU.

“Oknum petinggi diduga ikut menikmati aliran dana dari Yaqut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kakak dari Yaqut adalah Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf,” kata Hari, (23/11/2025), dikutip dari rmol.id.
Hari menegaskan, dugaan penyimpangan ini berkaitan dengan masa jabatan Yaqut Cholil Qoumas saat menjabat Menteri Agama. Karena itu, katanya, proses penyidikan perlu diperluas hingga ke transaksi keuangan lembaga maupun individu yang diduga terlibat.
“KPK harus menggandeng PPATK jika serius menangani kasus haji. Ini penting untuk menelusuri aliran dana yang diduga melibatkan sejumlah oknum di PBNU,” ujarnya.
Sebelumnya, penyidik KPK telah memanggil dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut, termasuk yang berasal dari lingkungan PBNU dan organisasi yang terafiliasi. Mereka antara lain:
-
Syaiful Bahri, staf PBNU
-
Ishfah Abidal Aziz (Gus Alex), mantan Staf Khusus Menteri Agama yang juga pengurus PBNU
-
Syarif Hamzah Asyathry, Wakil Sekretaris Jenderal PP GP Ansor
Hingga saat ini KPK belum menyampaikan perkembangan resmi mengenai arah penyidikan, termasuk apakah dugaan aliran dana ke struktur PBNU akan menjadi fokus lanjutan. (LS)












