TASIKMALAYA – Sidang perdana perkara dugaan pertambangan emas ilegal di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, pada Selasa (30/9/2025), diwarnai kejanggalan serius. Jaksa Penuntut Umum (JPU) baru menyerahkan salinan surat dakwaan kepada terdakwa setelah kuasa hukum menyampaikan keberatan di muka persidangan.
BACA JUGA : Mobil Dibatalkan, Jalan Diprioritaskan: Kebijakan Anggaran Baru Pemkab Tasikmalaya
Padahal, Pasal 143 ayat (2) KUHAP mewajibkan surat dakwaan disampaikan lebih dulu kepada terdakwa atau penasihat hukumnya sebelum sidang dimulai. Hal itu dimaksudkan agar terdakwa memiliki waktu mempelajari materi dakwaan untuk menyiapkan pembelaan.
“Bagaimana mungkin dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan perkara baru diserahkan setelah kami menyampaikan keberatan? Ini mencederai asas due process of law dan fair trial,” tegas Ahmad Fauzan, S.H., M.H., yang didampingi Azis Aptira, S.H. dan Asep Ahmad Muzaki, S.H., usai persidangan.
Kuasa hukum juga menyoroti tidak adanya pemberitahuan resmi dari Kejaksaan terkait pelimpahan perkara maupun jadwal sidang perdana. Baik terdakwa, keluarga, maupun penasihat hukum baru mengetahui jadwal sidang pada pukul 08.00 pagi, sementara sidang dimulai dua jam kemudian.

“Persidangan pidana itu sakral karena menyangkut nasib seseorang. Proses seperti ini jelas tidak menghormati hak-hak terdakwa. Ini masalah serius yang seharusnya menjadi perhatian publik,” tambah Fauzan.
Sidang sempat diskors oleh majelis hakim karena surat kuasa penasihat hukum belum teregister di kepaniteraan. Setelah administrasi diperbaiki, sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan dakwaan.
Terdakwa didampingi tim penasihat hukum dari Kantor Hukum FTRA & Associates, terdiri dari Ahmad Fauzan, S.H., M.H., Azis Aptira, S.H., Asep Ahmad Muzaki, S.H., Endang Komarudin, S.H., dan Dian Mohammad Darda, S.H. Mereka menegaskan akan mengawal proses persidangan secara kritis agar hak-hak terdakwa tidak terlanggar.
Kasus pertambangan emas di Cineam menjadi sorotan publik karena terkait perizinan, kerusakan lingkungan, hingga dugaan eksploitasi sumber daya alam tanpa izin resmi.
“Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi soal hak konstitusional terdakwa. Kejaksaan harus introspeksi agar peradilan tidak berubah menjadi formalitas yang merugikan keadilan itu sendiri,” pungkas tim kuasa hukum. (rzm)