Kabupaten Tasikmalaya

Iyam Maryani Kunjungi Klaster Itik Cihateup Rajapolah, Peternakan Lokal Tembus Pasar Internasional

×

Iyam Maryani Kunjungi Klaster Itik Cihateup Rajapolah, Peternakan Lokal Tembus Pasar Internasional

Sebarkan artikel ini
IMG 20250708 WA0026

TASIKMALAYA – Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Iyam Maryani, melakukan kunjungan kerja ke Klaster Komoditas Itik Cihateup yang dikelola Promadona Baru Farm di Kampung Karangiuh, Desa Rajamandala, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka menyerap praktik terbaik pengembangan peternakan unggulan daerah yang telah terbukti sukses dan memiliki potensi besar untuk direplikasi di daerah pemilihannya (Dapil IV).

Peternakan itik Cihateup di Rajapolah dikenal sebagai salah satu komoditas unggulan lokal yang berhasil menembus pasar internasional, di antaranya Jepang dan Cina. Hal ini menjadi bukti bahwa kekayaan lokal Kabupaten Tasikmalaya mampu bersaing di tingkat global, baik dari segi kualitas maupun daya saing produk.

Dalam kunjungannya, Iyam Maryani menyatakan kekagumannya terhadap pencapaian yang diraih para peternak, khususnya terhadap sosok Widiyana Hilmi S.Sos, yang akrab disapa Kang Bombom.

IMG 20250708 WA0025
Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Iyam Maryani, melakukan kunjungan kerja ke Klaster Komoditas Itik Cihateup. Foto: Rizky Zaenal Mutaqin/tasikmalayaku.id

Ia merupakan pionir pengembangan Itik Cihateup di Rajapolah yang sejak kecil telah mencintai dunia unggas, khususnya itik lokal Tasikmalaya.

“Itik Cihateup ini luar biasa, tidak hanya memiliki ciri khas unik, tetapi juga nilai ekonominya tinggi. Ini patut kita kembangkan di wilayah lain,” ujar Iyam.

BACA JUGA: RSUD KHZ Musthafa Buka 30 Layanan Poliklinik untuk Masyarakat Tasikmalaya

Kang Bombom menjelaskan bahwa Itik Cihateup memiliki karakteristik fisik yang sangat khas. Ciri utamanya terletak pada garis hitam yang tegas di sisi tubuhnya. Berbeda dengan jenis itik lain, garis ini tidak memudar meskipun itik mengalami proses molting atau pergantian bulu.

“Kalau itik lain, setelah molting biasanya garis hitamnya menghilang dan berubah menjadi cokelat. Tapi Itik Cihateup tetap mempertahankan warna hitamnya yang pekat,” jelas Kang Bombom.

Selain itu, Itik Cihateup juga dikenal memiliki postur tubuh yang tinggi, besar, serta leher yang panjang, menjadikannya unggul secara fisik dibanding jenis bebek lokal lainnya. Peternakan ini mengusung prinsip prikehewanan, di mana pemeliharaan itik dilakukan dengan penuh etika.

Salah satunya dengan tidak memaksakan produksi setelah itik memasuki usia lebih dari 1 tahun 7 bulan, terlebih jika tidak mengalami molting secara alami.

Dalam kondisi geografis Tasikmalaya yang berbukit, pola pemeliharaan itik dilakukan secara variatif. Sebagian itik dibiarkan mencari makan sendiri atau diangon oleh warga sekitar, sementara sebagian lainnya dipelihara secara intensif di kandang milik Kang Bombom.

Proses molting yang terjadi sebanyak tiga kali dalam tiga tahun menjadi bagian penting dari siklus hidup itik di lingkungan alami tersebut.

Lebih lanjut, seleksi terhadap itik petelur dilakukan secara ketat. Untuk menghasilkan indukan unggulan, seleksi bisa dilakukan hingga 7 hingga 10 kali. Hal ini penting agar kualitas telur yang dihasilkan tetap tinggi dan konsisten.

Produk yang dihasilkan dari peternakan ini pun bervariasi. Mulai dari telur konsumsi biasa, telur tetas untuk pembibitan, hingga telur asin omega yang memiliki nilai tambah tinggi. Produk-produk ini tidak hanya dipasarkan secara lokal, namun juga merambah ke pasar nasional bahkan internasional.

Dengan segala potensi dan pencapaiannya, peternakan Itik Cihateup menjadi contoh konkret bahwa peternakan tradisional pun bisa bertransformasi menjadi sektor unggulan berbasis ekspor.

Iyam Maryani berkomitmen akan mendorong pengembangan model serupa di daerah lain sebagai bagian dari upaya peningkatan ekonomi kerakyatan berbasis potensi lokal. (rzm)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *