Pendidikan

HGN: Tasikmalaya Krisis Guru, 6.000 Tenaga Pendidik Dibutuhkan, Ribuan Sekolah Terancam Tanpa Pengajar

×

HGN: Tasikmalaya Krisis Guru, 6.000 Tenaga Pendidik Dibutuhkan, Ribuan Sekolah Terancam Tanpa Pengajar

Sebarkan artikel ini
Wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sobari Al Ayubi.

TASIKMALAYA — Krisis pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya semakin terasa nyata. Di Hari Guru Nasional, 25 November, masyarakat disadarkan bahwa kondisi pendidikan di daerah ini jauh dari kata ideal. Data terbaru menunjukkan Tasikmalaya kekurangan sekitar 6.000 guru, membuat ribuan siswa terancam tidak mendapatkan layanan pendidikan yang layak.

BACA JUGA : Bangga! Julius Irvan, Guru SMKN Bantarkalong Raih Penghargaan di Hari Guru Nasional 2025

Kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi menggambarkan darurat pendidikan yang harus segera ditangani pemerintah.

Di tengah peringatan Hari Guru Nasional 2025, kondisi pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya justru memunculkan kekhawatiran besar. Kekurangan guru yang mencapai 6.000 orang menjadikan proses belajar mengajar di sekolah-sekolah berjalan tidak optimal.

Kabupaten Tasikmalaya memiliki 1.342 sekolah, terdiri dari 1.056 SD dan 286 SMP yang tersebar di 39 kecamatan dan 351 desa. Dengan kondisi tersebut, rata-rata setiap sekolah mengalami kekurangan setidaknya empat guru.

Wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sobari Al Ayubi.

Wakil Bupati Tasikmalaya, Asep Sobari Al Ayubi, menyatakan bahwa krisis guru ini adalah situasi serius yang harus segera mendapatkan perhatian pemerintah daerah maupun pusat.

“Kekurangan guru tidak hanya berdampak pada kegiatan belajar mengajar, tetapi juga pada pemerataan kualitas pendidikan,” ujar Asep Sobari, (25/11/2025).

Karena kekurangan tenaga pendidik, banyak sekolah terpaksa menerapkan sistem pengajaran rangkap. Guru harus mengajar mata pelajaran di luar bidangnya, bahkan menutupi kekosongan tanpa kompensasi memadai.

“Kalau gurunya kurang, bagaimana proses pembelajaran bisa maksimal? Ini berdampak langsung pada kualitas lulusan kita,” tambahnya.

Di tengah krisis tersebut, guru honorer kembali menjadi penyelamat. Mereka menutupi kekurangan SDM pendidikan, meski tetap dibayar jauh di bawah standar kelayakan profesi.

Asep menegaskan, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Pemkab rutin mengusulkan penambahan formasi guru melalui jalur ASN dan PPPK. Namun persoalan anggaran dan regulasi pusat membuat penyelesaian masalah ini berjalan lambat. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *