TASIKMALAYAKU.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer. Haedar menilai kebijakan tersebut berisiko menyalahi prinsip dasar pendidikan dan harus dikaji ulang secara menyeluruh.
“Semestinya dikaji ulang lah. Pendidikan barak itu jangan sampai jadi artifisial, apalagi hanya menekankan aspek fisik. Disiplin itu bukan cuma soal fisik, tapi mentalitas dan karakter,” tegas Haedar (25/5/2025).
Menurutnya, pendekatan militeristik dalam dunia pendidikan tidak bisa dijustifikasi tanpa landasan akademik yang kuat. Ia menekankan bahwa setiap kebijakan publik, terlebih di bidang pendidikan, seharusnya dilandasi oleh naskah akademik yang melibatkan berbagai pihak, bukan hanya keputusan sepihak pemerintah daerah.
BACA JUGA : TNI AD Siap Dukung Rencana Pemprov Jabar Kirim Siswa Bermasalah ke Barak Militer
“Mestinya ada naskah akademik. Itu kan jadi ruang kritis bagi berbagai pemikiran, pandangan, dan masukan dari masyarakat dan ahli. Kalau tidak ada itu, kita cuma berandai-andai, dan itu yang lemah dari praktik kebijakan kita hari ini,” ungkap Haedar seperti dikutip kompascom.
Ia juga mengingatkan agar Gubernur Dedi tidak berjalan sendiri dalam membuat kebijakan pendidikan. Haedar mendorong agar ada dialog terbuka antara Pemerintah Provinsi dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan sistem pendidikan nasional.
“Kalau boleh saran, Pak Gubernur sebaiknya berdialog dengan Kemendikdasmen. Pendidikan itu urusan nasional, bukan eksperimen lokal,” ucap Haedar menegaskan.
Ia menyayangkan semangat disiplin yang baik justru dieksekusi dengan pendekatan yang kurang bijak dan cenderung represif. “Kita menghargai semangatnya, tapi model pendidikan itu perlu kajian lintas aspek, bukan sekadar semangat menertibkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, mengonfirmasi bahwa pihaknya masih mencermati kebijakan pendidikan barak tersebut. Ia menyebut bahwa kementerian sedang dalam proses pengkajian sambil menyerap masukan dari berbagai pihak, termasuk psikolog, pakar pendidikan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (*)