Politik

Geopolitik dan Kepentingan Global di Balik Perang Iran vs Israel

×

Geopolitik dan Kepentingan Global di Balik Perang Iran vs Israel

Sebarkan artikel ini
Perang Israel vs Iran kian memanas. Kedua kubu saling balas dengan lesakkan rudal mereka.
Rohidin, SH., MH., M.Si.

TASIKMALAYA – Ketegangan antara Iran dan Israel bukan hal baru dalam peta geopolitik Timur Tengah. Namun, pasca serangan Israel terhadap Iran beberapa hari lalu membuat Iran murka dan memaksanya meluncurkan ratusan rudal canggih sebagai pembalasan.

Amarah Iran sudah tak terbendung. Ruda-rudal cangih yang selama ini disimpan terpaksa dilesakkan hingga Israel pun porak-poranda. Meningginya ketegangan Iran versus Israel mendorong dunia menuju jurang perang besar sebagai isyarat dimulainya Perang Dunia ke-3.

Pertarungan sengit antara Israel dan Iran nampaknya telah menyentuh simpul-simpul kepentingan global yang rumit. Pasalnya, dalam ketegangan itu bukan hanya Iran versus Israel (panggung depan) semata, akan tetapi Amerika Serikat, China, Rusia, Pakistan, dan Inggris, turut melibatkan diri sebagai negara yang berada di posisi panggung belakang.

Kehadiran Amerika, dan Inggris yang berdiri di panggung belakang membuat Israel semakin berani. Dengan berbagai alasan, Israel pun menyerang Iran hingga banyak menalan korban termasuk menghancurkan berbagai faslitas milik Iran.

BACA JUGA : Eskalasi Iran–Israel: Proxy War, Genosida, dan Ancaman Perang Dunia, Masih Adakah PBB?    

Buntut serangan Israel, nampaknya Iran tak mau berdiam diri. Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Iran memiliki hak hukum internasional untuk melakukan pembelaan diri.

Pasal 51 Piagam PBB secara eksplisit mengatur bahwa setiap negara berhak mempertahankan diri jika menjadi korban serangan bersenjata, baik secara individu maupun kolektif. Prinsip ini berlaku hingga Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

Merujuk pasal tersebut, Iran berargumen, serangan Israel terhadap dirinya, termasuk fasilitas diplomatik di Damaskus merupakan agresi yang sah dibalas secara proporsional. Iran pun mengklaim tidak melanggar hukum internasional, melainkan menjalankan hak legalnya untuk membela diri dari tindakan permusuhan Israel yang dinilai sebagai bentuk agresi.

Sebaliknya, Israel menuding Iran berniat melakukan genosida terhadap negara Yahudi. Tuduhan ini diperkuat dengan narasi bahwa Iran terus mengembangkan program nuklirnya untuk tujuan militer.

Tuduhan semacam ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah, Amerika Serikat pada awal 2000-an menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal. Tuduhan tersebut berujung pada invasi besar-besaran. Rezim Saddam Hussein tumbang. Namun, senjata kimia yang disebut-sebut dimiliki Irak satu pun tak ditemukan.

Berdasarkan realitas itulah, kini muncul pertanyaan: Apakah dunia akan kembali terjerumus ke dalam sejarah konflik besar yang dipicu asumsi dan narasi politis, bukan bukti faktual yang sah? Jawabannya sederhana ya. Hal ini dapat dianalisis dari modus yang dilakukan Isreal dan sekutunya berupa narasi politik dengan mengedepankan narasi senajata nuklir pemusnah manusia sebagai alat propagandanya.

Perang rudal antara Iran versus Israel yang kini tengah berkecamuk membuat Amerika sebagai negara sekutu abadi Israel mengamuk. Amerika menyatakan siap turun tangan dan membantuk Israel dalam bentuk logistik militer maupun dalam forum internasional. Selama ini, AS telah memasok pesawat tempur, rudal, dan sistem pertahanan canggih kepada Israel. Perkembangan terbaru menunjukkan AS tidak hanya ingin menjadi penyokong, tetapi berpotensi menjadi pelaku langsung dalam perang.

Keberadaan Amerika Serikat dan sekutunya dalam konflik Iran-Israel begitu sentral. Bahkan, AS secara terang-terangan siap membantu Israel untuk menjadi jagoan terkuat di kawasan Timur Tengah.

Berdasarkan fenomena ini saya berpandangan setidaknya ada empat faktor yang membuiat AS bersemangat untuk mendukung Israel: AS memiliki kepentingan menjaga eksistensi Israel sebagai mitra utamanya di Timur Tengah. AS khawatir Iran akan menjadi kekuatan nuklir yang mengancam stabilitas regional. Terlibatnya AS mencerminkan niat mempertahankan hegemoninya di kawasan kaya minyak.

Alasannya lainnya dukungan terhadap Israel menjadi strategi untuk meraih simpati pemilih dan loby Yahudi di Amerika. Namun, sejumlah analis, satu di antaranya, Benjamin Friedman dari Defense Priorities Foundation menyatakan intervensi AS adalah “lempar koin” yang terlalu berisiko bagi stabilitas global.

Di lain pihak, China yang disebut-sebut berada di belakang Iran pun turun tangan. Melalui Duta Besarnya di PBB, China mengecam keras tindakan Israel. Serangan Israel terhadap fasilitas diplomatik Iran adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. China dalam konteks disebut-sebut berada di belakang layar Iran.

Saya berpandangan ada tiga alasan kuat China mendukung Iran: China selama ini tercatat sebagai importir minyak terbesar dari Iran. Beijing berusaha membentuk tatanan dunia baru yang tidak didominasi oleh kekuatan Barat. Mendukung Iran merupakan bentuk perlawanan strategis terhadap hegemoni AS di dunia.

Rusia memiliki kepentingan dengan Iran. Secara politik dan solidaritas Muslim, Rusia menjalin hubungan erat dengan Iran dalam rangka memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Kepentingan Rusia bukan hanya politis, tetapi juga militer.

Iran menjadi mitra dalam memperkuat posisi Rusia di kawasan yang terus memanas. Begitupun Pakistan. Negara ini senantiasa menyuarakan dukungan penuh kepada Iran. Negara ini mendukung Iran di setiap forum internasional, sekaligus menyoroti perlunya solidaritas Islam global terhadap penderitaan Palestina dan pelanggaran hukum internasional oleh Israel. Inggris pun tidak mau ketinggalan.

Sebagai arsitek berdirinya negara Israel  melalui Deklarasi Balfour 1917, Inggris tetap menjadi sekutu strategis Israel. Dukungan ini didasarkan pada sejarah, komitmen politik, dan kesamaan kepentingan geopolitik.

Ketegangan yang semakin meninggi antara Iran versus Israel tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus bertindak menghentikan perang serta mengadili penjahat perang. Perserikatan Bangsa-Bangsa harus segera mengambil tindakan nyata.

Dunia membutuhkan peran aktif PBB sebagai penengah yang independen dan kuat. Perserikatan Bangsa-Bangsa harus berani menyeret pelaku kejahatan perang ke Mahkamah Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menunjukkan taringnya di panggung global, Jika tidak, organisasi ini akan kehilangan wibawanya karena telah membiarkan dunia tergelincir ke jurang perang global yang menghancurkan peradaban. (*/)

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si.

(Penulis adalah Sultan Patrakusumah VIII Trust Guarantee Phoenik INA 18, Ketua Umum Darma Siliwangi Nusantara (DSN).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *