Kabupaten Tasikmalaya

Empat Kades Mundur Sepanjang 2025, Tasikmalaya Hadapi Krisis Tata Kelola Desa

×

Empat Kades Mundur Sepanjang 2025, Tasikmalaya Hadapi Krisis Tata Kelola Desa

Sebarkan artikel ini
Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kepala Desa Tahun 2025. Foto: dok Pemkab Tasikmalaya

TASIKMALAYA – Kasus pengunduran diri kepala desa (kades) di Kabupaten Tasikmalaya sepanjang tahun 2025 menunjukkan peningkatan signifikan dan kini menjadi fenomena baru yang memicu sorotan publik. Hingga Desember 2025, empat kepala desa tercatat resmi mundur dari jabatannya, sebagian besar akibat desakan masyarakat yang menilai adanya dugaan penyalahgunaan anggaran hingga persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan desa.

Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Tasikmalaya menyebutkan bahwa gelombang pengunduran diri ini merupakan lonjakan yang belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Tekanan massa yang terus menguat di tingkat akar rumput membuat beberapa kepala desa memilih angkat tangan sebelum masa jabatan berakhir.

BACA JUGA : Pembangunan Gerai KDMP di Cimanglid Tasikmalaya Disorot: Diduga Ganggu Akses dan Aktivitas Belajar Sekolah

Kepala DPMD Kabupaten Tasikmalaya, Asep Darisman, menyampaikan keprihatinannya atas tren ini. Ia menilai banyak persoalan sebenarnya dapat diselesaikan melalui dialog terbuka antara pemerintah desa dan warga.

“Tentu ini sangat disayangkan. Persoalan seperti itu sebenarnya bisa dikomunikasikan terlebih dahulu antara pemerintah desa dan masyarakat,” ujar Asep, (5/12/2025).

Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kepala Desa Tahun 2025. Foto: dok Pemkab Tasikmalaya

Asep menegaskan bahwa setiap konflik di tingkat desa idealnya diselesaikan lewat musyawarah. Ia juga menyoroti minimnya peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang seharusnya berdiri paling depan sebagai mediator ketika terjadi riak atau perselisihan di lapangan.

“BPD itu posisinya paling depan dalam menyelesaikan persoalan di desa. Ketika ada masalah, mereka harus hadir sebagai penengah,” tambahnya.

Berdasarkan laporan resmi, empat desa yang terdampak pengunduran diri kepala desa adalah Desa Leuwidulang (Sodonghilir), Pasirbatang (Manonjaya), Tawangbanteng, dan Buniasih (Pancatengah). Di setiap kasus, dinamika sosial menjadi pemicu utama, di mana warga menuntut kepala desa mundur karena dugaan pelanggaran maupun ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah desa.

Asep menyebut bahwa gelombang desakan dari masyarakat tidak muncul tanpa alasan.

“Intinya tidak ada asap kalau tidak ada api. Dinamikanya di tengah masyarakat seperti itu, sehingga muncul tuntutan agar kepala desa mundur dengan berbagai alasan,” jelasnya.

Fenomena ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah, karena selain menunjukkan rapuhnya tata kelola desa, juga menandai perlunya penguatan peran lembaga desa agar mampu menyelesaikan konflik tanpa harus berujung pada pengunduran diri kepala desa. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *