TASIKMALAYAKU.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menginstruksikan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada Kabupaten Tasikmalaya menuai respons kritis dari pasangan calon nomor urut 03, Ai Diantani dan Iip Iftahul Paoz.
Melalui pernyataan politik yang disampaikan kuasa hukumnya, Andi Ibnu Hadi, Paslon 03 menyampaikan sikap yang mempertanyakan dasar dan konsistensi arah putusan MK.
Mereka menilai bahwa keputusan tersebut mencerminkan adanya standar ganda dalam penegakan keadilan pemilu.
BACA JUGA : MK Tolak Gugatan Rival, Cecep–Asep Melaju ke Pelantikan
“Kami melihat ada ketidakkonsistenan dalam putusan MK kali ini. Dalam perkara serupa seperti di Barito, ambang batas hasil tidak menjadi rujukan. Namun dalam perkara Tasikmalaya, justru ambang batas dijadikan dasar utama. Ini menjadi preseden yang membingungkan dan tidak memberikan kepastian hukum,” ujar Andi di hadapan awak media, Selasa (27/5/2025).
Lebih lanjut, Andi juga membandingkan putusan ini dengan kasus periodisasi kepemimpinan Bupati H. Ade Sugianto, yang tidak pernah menyinggung ambang batas sebagai substansi utama dalam putusannya.
“Ini bukan soal kami menang atau kalah, tapi soal konsistensi institusi negara dalam menegakkan hukum. Saat sebuah lembaga konstitusi mengubah pendekatan hukumnya dari satu kasus ke kasus lain, publik berhak mempertanyakan motif dan arah kebijakannya,” tambahnya.
Meskipun secara konstitusional tidak ada mekanisme formal untuk menolak putusan MK, Paslon 03 menegaskan bahwa sikap politik mereka adalah tidak menerima hasil putusan tersebut secara moral dan etis, sebagai bentuk protes terhadap ketidakjelasan standar hukum yang digunakan.
BACA JUGA : Kontestasi Berakhir, Kolaborasi Dimulai: Cecep-Asep Ajak Lawan Politik Bersatu untuk Tasikmalaya Maju
“Kami menghormati institusi Mahkamah Konstitusi, tapi bukan berarti kami harus diam terhadap ketidakadilan. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami kepada rakyat Tasikmalaya, yang harus mendapatkan proses demokrasi yang bersih, konsisten, dan adil,” tegas Andi. (*)