TASIKMALAYAKU.ID – Awan mendung masih menggantung di atas Pondok Modern Darussalam Gontor Putra Kampus 5, Magelang. Meski tanah telah mengering, bekas luka longsor yang merenggut nyawa empat santri masih membekas dalam ingatan para penghuni pondok.
Di tengah suasana duka dan pemulihan, negara hadir. Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, datang langsung, menyapa, menyentuh luka yang belum sepenuhnya sembuh—secara harfiah maupun batiniah.
Didampingi Bupati Magelang Grengseng Pamuji, Agus menyambangi para korban dan ahli waris santri yang gugur dalam bencana pada 25 April lalu.
Dalam peristiwa itu, empat santri kehilangan nyawa, dan 25 lainnya mengalami luka-luka, baik berat maupun ringan. Tragedi yang tak hanya menyayat komunitas pondok, tapi juga mengetuk keprihatinan nasional.
“Hari ini, kami hadir untuk memberikan dukungan, bukan hanya dalam bentuk materi, tapi juga semangat dan penghiburan,” ujar Agus dalam keterangannya, (4/4/25).
Kementerian Sosial menyerahkan santunan sebesar Rp 15 juta untuk tiap keluarga korban meninggal. Bagi delapan santri yang mengalami luka berat, masing-masing menerima Rp 5 juta. Sementara 17 santri luka ringan mendapat Rp 3 juta per orang. Total bantuan yang digulirkan mencapai Rp 160.750.000, termasuk di dalamnya empat paket sembako, 25 set perlengkapan sekolah, dan nutrisi tambahan.
Namun, uang bukanlah segalanya. Dalam diam, duka para orang tua yang kehilangan anak tidak bisa ditebus dengan nominal. Maka, kehadiran Agus Jabo tak berhenti pada simbol formalitas.
Ia turut berdialog dengan para santri yang sedang menjalani Layanan Dukungan Psikososial (LDP), upaya pemulihan psikologis yang difasilitasi oleh Sentra Antasena Magelang.
Di tengah sesi pemulihan trauma, Agus melempar pertanyaan, sederhana tapi penuh makna, “Siapa kalian?”
“Saya anak Indonesia! Saya anak yang tangguh!” jawab para santri kompak, penuh semangat. Suara mereka bukan hanya gema di aula, tapi penegasan bahwa bencana tidak akan memadamkan harapan.
Dari 25 korban luka, 24 anak sudah membaik, dan satu santri masih menjalani perawatan intensif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Beberapa lainnya melanjutkan perawatan jalan, dengan dukungan penuh dari keluarga dan pihak pondok.
Kisah ini bukan semata-mata tentang tragedi alam. Ini adalah cerita tentang keberanian anak-anak muda menghadapi musibah, tentang ketegaran keluarga yang kehilangan, dan tentang bagaimana negara berusaha hadir—bukan hanya sebagai pemberi bantuan, tetapi juga sebagai pelipur lara. (*)