Kabupaten Tasikmalaya

Camat Cisayong Ajak Masyarakat Jaga Peradaban Lokal: “Ulah Poho kana Jati Diri Urang Galunggung”

×

Camat Cisayong Ajak Masyarakat Jaga Peradaban Lokal: “Ulah Poho kana Jati Diri Urang Galunggung”

Sebarkan artikel ini
arjaun1
Camat Cisayong, Ayi Mulyana Herniwan, SE., M.Si.,

TASIKMALAYA – Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-393 Kabupaten Tasikmalaya, Camat Cisayong, Ayi Mulyana Herniwan, SE., M.Si., mengajak seluruh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk kembali menengok jati diri dan warisan budaya lokal yang diwariskan para leluhur.

Peringatan Hari Jadi yang dikenal dengan sebutan Milangkala ini, menurut Ayi, bukan sekadar seremonial atau kegiatan seremonial tahunan semata. Lebih dari itu, Milangkala harus menjadi momen reflektif yang memperkuat identitas budaya dan semangat menjaga peradaban Galunggung.

“Kita sebagai anak bangsa, anak Ki Sunda, anak Galunggung, harus betul-betul menghormati para founding fathers, para pendiri Tanah Sukapura ini,” ujar Ayi kepada tasikmalayaku.id, Selasa malam (22/7/2025).

Ayi menegaskan bahwa menjaga peradaban tidak hanya soal menghargai masa lalu secara simbolis, tapi juga mengimplementasikan nilai-nilai luhur itu dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengangkat konsep “Ngarumat Lembur” atau merawat kampung halaman sebagai bentuk nyata cinta terhadap tanah kelahiran.

393

“Kabupaten Tasikmalaya harus menjadi lembur yang baldatun toyyibatun warobbun goffur. Bisa menjaga alamnya, masyarakatnya, dan budayanya. Jangan sampai peradaban kita tergeser oleh budaya asing yang kurang cocok dengan karakter masyarakat kita,” tegasnya.

Mengutip pribahasa Sunda, “Jati Kasilih Kujunti” yang berarti jati diri tergantikan oleh hal lain yang semu, Ayi mengingatkan pentingnya masyarakat menjaga akar budaya dan tidak kehilangan identitas di tengah arus globalisasi.

“Kami berharap semua elemen masyarakat sepakat untuk menjaga peradaban urang Galunggung. Urang ulah nepika poho kana jati diri urang,” tuturnya.

Selain itu, Ayi juga mengutip nilai luhur dari Prasasti Galunggung yang berbunyi “Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke” yang berarti “Ada dahulu, ada sekarang. Tidak ada dahulu, tidak ada sekarang.”

Ungkapan itu menurutnya harus menjadi pengingat bahwa masa kini tidak mungkin ada tanpa peran leluhur di masa lalu.

“Kita wajib mengkeramatkan para leluhur, menjaga, dan memelihara ajaran dan perjuangan mereka. Jangan sampai masyarakat Tasikmalaya melupakan akar sejarah dan leluhurnya,” pungkas Ayi.

Dengan semangat Milangkala ini, Ayi berharap lahir kesadaran kolektif untuk terus merawat nilai-nilai luhur, menjaga alam, dan memperkuat jati diri budaya Sunda di Kabupaten Tasikmalaya. (rzm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *