TASIKMALAYAKU.ID – Kasus dugaan korupsi di tubuh Baznas Jawa Barat kini memunculkan ketegangan antara dua pihak yang saling berseberangan. Tri Yanto, mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar, mengklaim dirinya sebagai pelapor korupsi yang justru dikriminalisasi. Sementara itu, Baznas Jabar bersikeras menyebut tudingan Tri tak berdasar dan justru menilai Tri melanggar hukum dengan membocorkan dokumen internal.
Ketegangan ini bermula dari laporan Tri atas dugaan penyelewengan dana zakat senilai Rp 9,8 miliar pada 2021–2023 dan dugaan korupsi dana hibah dari APBD Jawa Barat senilai Rp 3,5 miliar. Laporan itu disampaikan Tri ke berbagai lembaga, mulai dari pengawas internal hingga aparat penegak hukum.
Namun, laporan itu berujung balik. Tri kini malah menjadi tersangka atas tuduhan pelanggaran Undang-Undang ITE. Ia diduga membocorkan dokumen rahasia Baznas kepada pihak luar, sebagaimana dilaporkan oleh Wakil Ketua III Baznas Jabar, Achmad Ridwan, pada 7 Maret 2025.
Tri Yanto: Saya Dilaporkan Karena Bongkar Korupsi
Tri Yanto membantah keras bahwa ia menyalahgunakan dokumen. Ia menyebut tindakannya sebagai bentuk kepedulian terhadap pengelolaan dana publik. Ia mengaku heran justru dilaporkan ke polisi dan dijadikan tersangka setelah melaporkan dugaan korupsi.
“Ini bentuk kriminalisasi. Saya menyampaikan laporan ke saluran yang benar, bukan membocorkan untuk kepentingan pribadi,” ujar Tri usai menjalani pemeriksaan di Polda Jabar.
Tri juga menyebut pemecatannya dari Baznas Jabar pada 2024 tidak terlepas dari upayanya membongkar kasus tersebut. “Itu bagian dari upaya membungkam saya,” ucapnya.
Baznas Jabar: Tak Ada Korupsi, Tri Dipecat Karena Indisipliner
Sebaliknya, Baznas Jawa Barat membantah seluruh tudingan Tri. Dalam pernyataannya, Baznas menyatakan laporan dugaan korupsi yang disampaikan Tri telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jabar dan Baznas RI melalui audit khusus. Hasilnya: tidak ditemukan indikasi korupsi.
“Saudara TY menyebarkan informasi yang tidak benar. Hasil audit tidak menemukan penyimpangan sebagaimana yang dituduhkan,” tulis pernyataan resmi Baznas Jabar.
Mereka juga menyatakan pemecatan Tri sudah dilakukan sebelum adanya laporan dugaan korupsi, dan itu pun karena alasan profesional, seperti proses rasionalisasi serta tindakan indisipliner.
Lembaga Antikorupsi Angkat Bicara
Saling bantah ini mendapat perhatian serius dari sejumlah lembaga sipil. Indonesia Corruption Watch (ICW), IM57+ Institute, dan LBH Bandung menyebut tindakan terhadap Tri sebagai bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower.
“Kalau laporan dugaan korupsi dianggap sebagai membocorkan rahasia, maka tidak akan ada lagi warga yang berani melapor,” kata Lakso Anindito dari IM57+ Institute.
ICW menegaskan bahwa peran masyarakat dalam membongkar korupsi justru harus diapresiasi, bukan dihukum. “Ini kemunduran dalam pemberantasan korupsi,” kata Wana Alamsyah dari ICW, seperti dikutip monitorindonesia.
Sementara itu, LBH Bandung menilai telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak Tri, mulai dari hak perlindungan sebagai pelapor, hingga hak atas proses hukum yang adil. LBH juga telah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Polisi Didesak Hentikan Proses Hukum
Ketiga lembaga tersebut mendesak Polda Jabar untuk segera mencabut status tersangka terhadap Tri dan fokus menyelidiki substansi laporan dugaan korupsi yang disampaikan.
Namun hingga kini, Polda Jabar masih melanjutkan proses hukum. Mereka menyatakan telah mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain dokumen laporan pengaduan masyarakat, dua laptop, dokumen kerja sama, serta tangkapan layar komunikasi digital.
Hingga saat ini, pertarungan narasi antara Tri Yanto dan Baznas Jabar terus berlangsung. Tri merasa dizalimi karena niat baiknya melaporkan dugaan korupsi malah berujung pidana. Sementara Baznas Jabar menegaskan bahwa mereka sudah menjalankan semua proses secara transparan dan profesional. (*)