TASIKMALAYA – Rangkaian Bimbingan Teknis (Bimtek) Pencegahan Anak Tidak Sekolah (ATS) jenjang Sekolah Dasar yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Tasikmalaya akhirnya resmi berakhir, Rabu (26/11/2025).
Kegiatan yang berlangsung maraton selama tujuh hari di tujuh lokasi berbeda sejak 19 November 2025 itu diikuti 1.062 kepala sekolah dasar dari 39 kecamatan. Agenda ini menjadi langkah strategis Pemkab Tasikmalaya dalam memperkuat pemahaman satuan pendidikan mengenai dampak ATS serta metode mitigasi dan penanganannya.
Ketua Pelaksana yang juga Kasi Kesiswaan Disdikbud Kabupaten Tasikmalaya, Suhendi Adi Zahra, menyampaikan rasa syukur atas terselesaikannya seluruh rangkaian kegiatan tanpa kendala berarti.

“Hari ini rangkaian Bimtek selama tujuh hari ditutup. Total ada 1.062 kepala sekolah yang mengikuti. Ini bukti komitmen Pemkab Tasikmalaya dalam menyiapkan pendidikan lebih baik, sekaligus memperkuat upaya pencegahan dan penanganan ATS sebagaimana amanat Perpres Nomor 12 Tahun 2025,” ujar Suhendi.
Ia menjelaskan, penanganan ATS di tingkat daerah dimulai dari identifikasi—meliputi siapa anak yang tidak sekolah, di mana berada, serta kategori permasalahannya:
-
Anak putus sekolah (DO),
-
Lulus tidak melanjutkan (LTM),
-
Belum pernah sekolah (BPB).
Proses identifikasi juga dianalisis berdasarkan penyebab, mulai dari faktor ekonomi, akses pendidikan, hingga kondisi sosial budaya.
Setelah itu, sekolah dan pemerintah daerah akan melakukan intervensi sesuai masalah yang dihadapi anak, baik dalam bentuk bantuan pendidikan, fasilitasi layanan, hingga pendampingan lintas lembaga.
Tahap terakhir adalah pemantauan untuk memastikan anak tetap berada dalam jalur pendidikan dan intervensi berjalan berkelanjutan.
Sekretaris Disdikbud Kabupaten Tasikmalaya, Edi Ruswandi Hidayatuloh, menegaskan bahwa isu ATS bukan hanya tantangan daerah, tetapi persoalan nasional yang mendapat perhatian serius dari Kemendikbudristek.
Berdasarkan data Dasbor Verifikasi dan Validasi ATS per 8 Juli 2025, terdapat 3.874.566 anak usia sekolah di Indonesia yang tidak sedang menempuh pendidikan.
“Ini angka darurat, ancaman besar bagi masa depan pendidikan, dan membutuhkan respons cepat serta kolaboratif,” kata Edi.
Ia menegaskan, ATS terbagi menjadi tiga kategori DO, LTM, dan BPB yang masing-masing memerlukan intervensi berbeda. Karena itu, keberhasilan penanganan ATS sangat bergantung pada integrasi data kependudukan dan pendidikan agar tidak ada satu pun anak usia sekolah yang terlewat.
“Data ATS bukan sekadar angka. Ini kondisi faktual yang memerlukan intervensi lintas sektor, kolaborasi pemerintah pusat, daerah, sekolah, dan masyarakat,” pungkasnya. (Rizky Zaenal Mutaqin)












