Nasional

Banyak Kasus, CISDI Desak Pemerintah Hentikan Sementara Program Makan Bergizi Gratis

×

Banyak Kasus, CISDI Desak Pemerintah Hentikan Sementara Program Makan Bergizi Gratis

Sebarkan artikel ini
mbg3 e1754529674946
Foto: ilustrasi

TASIKMALAYA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai terobosan pemenuhan gizi anak sekolah kembali menuai sorotan. Alih-alih meningkatkan kualitas gizi, program ini justru dinilai menimbulkan persoalan baru, mulai dari kasus keracunan massal hingga lemahnya transparansi anggaran.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meminta pemerintah menghentikan sementara pelaksanaan program MBG sambil melakukan pembenahan menyeluruh pada aspek perencanaan, penganggaran, hingga kualitas belanja.

“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak kita kembali menjadi korban keracunan akibat program yang direncanakan dan dijalankan tanpa perhitungan matang. Apalagi Presiden Prabowo telah menambah anggaran MBG tahun depan hingga Rp335 triliun di RAPBN 2026,” kata Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih, dalam keterangan resmi (20/9/2025), dikutip dari rmol.id.

diah samirasih
Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih.

CISDI mencatat, sejak Januari hingga September 2025, terdapat sedikitnya 5.626 kasus keracunan terkait program MBG di 17 provinsi. Biaya perawatan korban pun kerap menjadi beban pemerintah daerah, meski alokasi transfer ke daerah justru mengalami pemangkasan signifikan dari Rp864,1 triliun dalam APBN 2025 menjadi Rp650 triliun di RAPBN 2026.

“Keracunan massal menimbulkan beban biaya tak terduga yang dibebankan pada pemerintah daerah, untuk membayar penanganan keracunan di rumah sakit daerah atau swasta setempat. Hal ini tentu memberatkan para pemerintah daerah,” ujarnya.

Selain itu, serapan anggaran MBG juga dinilai jauh dari optimal. Hingga September 2025, realisasi anggaran baru mencapai Rp13,2 triliun atau 18,6 persen dari total alokasi Rp71 triliun.

“Program MBG saat ini patut dipertanyakan. Dengan klaim telah berlangsung di 38 provinsi dan menjangkau 22 juta penerima manfaat, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya informasi yang dapat diakses publik,” tambah Diah.

CISDI juga menyoroti potensi risiko korupsi. Laporan Transparency International Indonesia menemukan sejumlah menu MBG tidak mencapai nilai rata-rata Rp10 ribu per penerima manfaat.

Menurut Diah, lemahnya transparansi dan akuntabilitas justru memperbesar risiko penyalahgunaan anggaran. Ia menegaskan, pemerintah perlu segera memperbaiki mekanisme pelaporan, membuka kanal pengaduan publik, dan memastikan akuntabilitas belanja.

“Kami mendesak pemerintah agar memastikan hak anak untuk memperoleh makanan bergizi dan aman benar-benar terpenuhi. Program ini hanya bisa berjalan baik jika perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaannya transparan,” pungkasnya. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *