Kota Tasikmalaya

Aspirasi Tak Terdengar, Surat Tak Dijawab: Komunitas Budaya Geruduk Pemkot Tasikmalaya

×

Aspirasi Tak Terdengar, Surat Tak Dijawab: Komunitas Budaya Geruduk Pemkot Tasikmalaya

Sebarkan artikel ini
Foto/Net

TASIKMALAYAKU.ID – Puluhan seniman dan pelaku budaya di Kota Tasikmalaya menyuarakan kegelisahan mereka terhadap pemerintah kota yang dinilai abai terhadap eksistensi dan kontribusi seni budaya lokal. Mereka menggelar aksi damai bertema budaya di depan Kantor Balaikota Tasikmalaya, namun justru dihadang pagar dan barikade aparat keamanan.

Dipimpin oleh aktivis budaya Nanang Nurjamil, aksi yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB ini diikuti oleh berbagai organisasi masyarakat dan komunitas seni.

Rencananya, aksi akan diisi dengan pertunjukan budaya seperti musik tradisional dan atraksi debus sebagai simbol kekuatan budaya lokal. Namun niat itu terhalang karena ketatnya pengamanan yang mencegah mereka memasuki kawasan lapangan Balaikota.

“Kami datang bukan untuk ribut, kami datang membawa kebudayaan. Tapi kami justru dianggap ancaman,” ujar Nanang dalam orasinya, menyindir sikap aparat dan pemerintah.

BACA JUGA : Keluar Malam di Atas Jam 9, Pelajar di Tasikmalaya Siap-Siap ‘Ditangkap’

Pemerintah Kota Tasikmalaya, menurut para pengunjuk rasa, selama ini tidak merespons permohonan audiensi yang telah dikirimkan secara resmi dan berkali-kali. Bagi mereka, sikap diam itu menjadi simbol matinya komunikasi antara pemerintah dan warga pelaku seni.

“Surat kami tidak digubris. Aspirasi kami diabaikan. Seni dan budaya seolah tidak punya tempat di kota ini,” tambah Nanang dengan nada kecewa.

Upaya Sekretaris Daerah Asep Goparulloh untuk menengahi dengan menawarkan audiensi terbatas juga ditolak. Para pelaku budaya menegaskan bahwa ekspresi mereka bersifat kolektif dan tidak bisa diwakilkan oleh segelintir orang.

Setelah tak berhasil masuk ke dalam kompleks Balaikota, massa bergeser ke Gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Di halaman legislatif inilah akhirnya mereka diberi ruang untuk menampilkan identitas mereka lewat tarian tradisional, musik daerah, hingga atraksi debus yang memukau.

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan bentuk kritik sosial yang dikemas dalam estetika budaya. Ia menunjukkan bahwa pelaku budaya tak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tapi juga penjaga nurani dan identitas kota. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *