TASIKMALAYA – Video dan pemberitaan yang menampilkan aktivitas pembukaan jalur offroad di kawasan kaki Gunung Cikuray tengah menjadi sorotan publik. Aksi tersebut memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya yang khawatir terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan, khususnya terhadap keberlangsungan hulu Sungai Ciwulan.
Salah satu yang angkat bicara adalah Baresan Incuputu Pangauban Ciwulan (BIPC), sebuah komunitas pemerhati lingkungan yang berfokus pada pelestarian daerah aliran Sungai (DAS) Ciwulan. Koordinator BIPC, Ally Yapi, menyatakan keprihatinannya atas aktivitas pembukaan jalur offroad tersebut. Ia menilai tindakan itu sebagai bentuk perusakan lingkungan yang sangat disayangkan.
“Kami, atas nama perwakilan masyarakat Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, menyayangkan aktivitas pembukaan jalur offroad di wilayah kaki Gunung Cikuray. Wilayah tersebut merupakan bagian penting dari hulu Sungai Ciwulan,” ujar Ally dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Minggu (12/7/2025).

Menurutnya, Sungai Ciwulan merupakan sumber air utama yang melintas dan menghidupi dua wilayah administratif, yakni Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya. Aktivitas perusakan hutan di wilayah hulu, kata dia, akan berdampak signifikan terhadap pasokan air bersih dan sistem irigasi masyarakat.
BACA JUGA : Empat Remaja Diduga Geng Motor Diamankan Tim Maung Galunggung di Tasikmalaya
“Kerusakan wilayah hulu akan meningkatkan laju sedimentasi sungai, yang pada akhirnya menutup saluran irigasi serta drainase. Ini menjadi penyebab utama banjir saat musim hujan tiba,” tegasnya.
Lebih jauh, Ally menjelaskan bahwa selain mengganggu sistem hidrologi, pembukaan jalur offroad tersebut juga mengancam ekosistem satwa yang ada di kawasan hutan lindung Gunung Cikuray, terutama habitat merak hijau dataran tinggi (Pavo muticus Linnaeus). Satwa langka tersebut diketahui tengah memasuki musim kawin pada bulan Juli, sehingga gangguan aktivitas manusia di wilayah habitatnya sangat berisiko terhadap keberlangsungan populasinya.
“Faktanya, lokasi pembukaan jalur berada di kawasan hutan lindung yang masih relatif utuh, dan merupakan tempat hidup merak hijau. Pada Juli ini, mereka sedang dalam siklus musim kawin. Aktivitas manusia yang berlebihan tentu mengganggu proses alami tersebut,” jelasnya.
Melihat dampak lingkungan yang ditimbulkan, BIPC pun menuntut sejumlah langkah tegas dari pihak berwenang. Mereka mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum dalam aktivitas perusakan hutan tersebut.

Selain itu, mereka meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk turun tangan meninjau ulang status perlindungan kawasan tersebut.
“Kami menuntut adanya tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan hutan. Kami juga meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap perlindungan kawasan hutan oleh pemerintah, karena ini menyangkut masa depan lingkungan dan kehidupan masyarakat di dua wilayah,” tutup Ally.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait mengenai dugaan aktivitas perusakan kawasan hutan di kaki Gunung Cikuray tersebut. Namun masyarakat berharap pemerintah dan pihak berwenang segera merespons agar kerusakan tidak semakin meluas. (rzm)