Kota TasikmalayaPendidikan

Kemendikdasmen Jadikan Buku Muatan Lokal Pilar Pembentuk Karakter dan Kebanggaan Daerah

×

Kemendikdasmen Jadikan Buku Muatan Lokal Pilar Pembentuk Karakter dan Kebanggaan Daerah

Sebarkan artikel ini
Kepala BSKAP Kemendikdasmen, Prof Dr Toni Toharudin SSi MSc,

TASIKMALAYA – Pemerintah terus memperkuat arah pendidikan berbasis kearifan lokal sebagai fondasi pembentukan karakter bangsa. Melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kini menaruh perhatian besar terhadap peningkatan mutu buku muatan lokal, yang dinilai mampu menjadi medium efektif untuk menanamkan identitas budaya daerah sejak dini.

BACA JUGA : Menag Nasaruddin Umar: Asia Tenggara Harus Jadi Episentrum Baru Peradaban Islam Dunia

Hal itu mengemuka dalam kegiatan Diseminasi Standar Mutu Buku Muatan Lokal yang digelar di Hotel Harmoni, Kota Tasikmalaya, Minggu (19/10/2025). Kegiatan tersebut dihadiri berbagai pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari pejabat Kemendikdasmen, anggota DPR RI, pemerintah daerah, hingga para guru dan pegiat literasi dari berbagai wilayah di Priangan Timur.

Kepala BSKAP Kemendikdasmen, Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc., menjelaskan bahwa buku muatan lokal bukan sekadar pelengkap kurikulum, melainkan bagian penting dari upaya membentuk generasi yang berkarakter dan berakar pada budaya sendiri.

Kepala BSKAP Kemendikdasmen, Prof Dr Toni Toharudin SSi MSc,

“Buku muatan lokal tidak hanya bicara tentang ilmu, tetapi juga tentang jati diri. Di dalamnya terkandung nilai-nilai kearifan lokal seperti silih asah, silih asih, silih asuh, gotong royong, dan semangat kebersamaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia,” tutur Toni.

Ia menambahkan, Kemendikdasmen telah menetapkan standar mutu buku muatan lokal yang mencakup empat aspek utama: materi, penyajian, desain, dan grafika. Standar ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan para penulis lokal dalam menghasilkan buku berkualitas yang sesuai dengan karakteristik budaya setempat.

Namun, Toni tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi daerah. Banyak daerah, katanya, masih menghadapi keterbatasan sumber daya manusia maupun anggaran dalam menyusun buku muatan lokal yang memenuhi standar nasional.

“Karena itu, kami dari pusat pembukuan terus melakukan pendampingan. Tujuannya agar daerah tidak hanya menulis, tapi juga memahami filosofi di balik standar mutu itu. Setiap daerah memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, tinggal bagaimana kita membingkainya dalam karya pendidikan yang menarik,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menilai bahwa keberadaan buku muatan lokal adalah bagian dari desentralisasi kurikulum yang memberi ruang bagi daerah untuk menonjolkan identitasnya. Ia menyebut, semangat otonomi pendidikan seharusnya diikuti dengan penguatan konten lokal yang relevan dengan kehidupan masyarakat setempat.

“Buku muatan lokal adalah wajah daerah dalam dunia pendidikan. Melalui buku ini, anak-anak belajar mengenal budayanya sendiri sebelum mengenal dunia luar. Prinsipnya, daerah diberikan ruang untuk menulis dirinya sendiri,” ujar Ferdiansyah.

Ia mencontohkan Tasikmalaya, yang dikenal bukan hanya karena masyarakatnya yang someah dan santun, tetapi juga memiliki semangat berdagang dan kreativitas yang tinggi. Nilai-nilai tersebut, menurutnya, bisa menjadi inspirasi utama dalam penyusunan buku muatan lokal khas Tasikmalaya.

“Budaya berdagang, kerja keras, dan inovasi masyarakat Tasikmalaya bisa menjadi narasi pendidikan yang kuat. Anak-anak harus tahu bahwa karakter unggul itu lahir dari lingkungan tempat mereka tumbuh,” tegasnya.

Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Chandra, menilai kegiatan ini sebagai momentum strategis untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun ekosistem literasi yang berakar pada kebudayaan Sunda. Ia mengajak para guru dan penulis lokal untuk menjadikan buku muatan lokal sebagai media ekspresi budaya.

“Melalui buku muatan lokal, kita tidak sekadar menulis teks pelajaran, tapi sedang menulis kembali identitas kita sebagai orang Sunda, orang Tasikmalaya. Ini adalah bagian dari cinta terhadap daerah dan bangsa,” kata Diky.

Menurutnya, Kota Tasikmalaya memiliki banyak potensi budaya dan tradisi yang dapat diangkat menjadi bahan ajar kontekstual, seperti kesenian tradisional, filosofi sosial masyarakat, hingga etos kerja khas urang Priangan.

“Ketika anak-anak belajar tentang budaya lokalnya, mereka akan tumbuh dengan rasa bangga dan percaya diri. Itulah yang kita butuhkan untuk membangun sumber daya manusia yang unggul,” tambahnya.

Kegiatan Diseminasi Standar Mutu Buku Muatan Lokal di Tasikmalaya diikuti ratusan peserta dari unsur dinas pendidikan, lembaga literasi, dan komunitas penulis. Selain sosialisasi standar, kegiatan juga diisi dengan diskusi interaktif mengenai praktik terbaik penyusunan buku berbasis kearifan lokal dari berbagai daerah di Indonesia.

Dengan pendekatan ini, Kemendikdasmen berharap buku muatan lokal ke depan tidak hanya menjadi pelajaran tambahan di sekolah, melainkan menjadi gerakan budaya yang memperkuat karakter bangsa dari akar-akar daerahnya. (LS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *