TASIKMALAYA – Dalam momentum peringatan Hari Pangan Sedunia 2025, Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN), A. Iwan Dwi Laksono, SE, menegaskan bahwa isu kemandirian pangan merupakan fondasi utama dalam mewujudkan kemandirian nasional yang sejati.
BACA JUGA : Perkuat Ekonomi Lokal, JAMAN Tasikmalaya Fokus Kembangkan Budidaya Ikan Nila dan Gurame
Menurut Iwan, pangan tidak hanya menjadi kebutuhan dasar rakyat, tetapi juga instrumen strategis untuk memperkuat ketahanan nasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memperkokoh posisi Indonesia di kancah global.
“Pangan adalah fondasi dari seluruh dimensi kemandirian nasional. Dalam kerangka Pancalogi JAMAN, pangan menjadi pilar pertama yang menopang pilar-pilar lainnya: energi, maritim, iptek, dan industri. Tanpa kemandirian pangan, bangsa akan selalu berada dalam posisi rentan dan tergantung,” ujar Iwan Dwi Laksono dalam keterangan persnya, Rabu (16/10/2025).

Kebijakan Pangan Era Prabowo Dinilai Progresif dan Terukur
Berdasarkan hasil kajian strategis Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) JAMAN, kebijakan pangan yang dijalankan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto periode 2024–2029 dinilai menunjukkan arah yang progresif dan terukur.
Iwan menyebut ada tiga program unggulan yang menjadi sorotan utama dalam memperkuat kemandirian pangan nasional.
Pertama, Program Pangan Gratis, yang menyasar 40 juta keluarga prasejahtera. Program ini memberikan makanan tambahan dan sembako gratis sebagai upaya meningkatkan gizi dan ketahanan pangan rumah tangga.
Kedua, Food Estate Nasional, melalui pengembangan lumbung pangan berskala besar dengan pembukaan lahan baru seluas 300 ribu hektare. Penerapan teknologi pertanian presisi menjadi langkah nyata menuju swasembada pangan.
Ketiga, Transformasi Pertanian, dengan mekanisasi, digitalisasi, dan pengembangan sistem irigasi modern agar sektor pertanian lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan.
Hasil Kajian: Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Petani
Litbang JAMAN menggunakan pendekatan yuridis-normatif serta triangulasi data kuantitatif, termasuk analisis statistik SPSS, untuk mengukur efektivitas kebijakan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara implementasi kebijakan pangan dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Modernisasi pertanian dan program food estate terbukti meningkatkan produktivitas lahan dan hasil panen secara nyata.
Selain itu, penerapan Kartu Tani Digital, asuransi pertanian, serta subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian dinilai efektif memperkuat perlindungan sosial dan meningkatkan pendapatan petani.
Menurut Iwan, arah kebijakan pangan di era Prabowo juga memperluas makna ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan, sesuai amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Tantangan Implementasi dan Rekomendasi Strategis
Meski arah kebijakan sudah tepat, Iwan menilai masih ada sejumlah tantangan implementasi di lapangan. Beberapa di antaranya adalah ketimpangan distribusi pangan antarwilayah, ketergantungan pada impor bahan pokok, serta kompleksitas regulasi dan perizinan sektor pertanian.
Untuk menjawab tantangan itu, JAMAN merekomendasikan beberapa langkah strategis, yaitu:
1. Penguatan Infrastruktur Logistik – Pembangunan cold storage, jalan tani, dan gudang modern untuk mempercepat distribusi hasil pertanian.
2. Reformasi Regulasi – Harmonisasi dan penyederhanaan perizinan guna menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi sektor pertanian.
3. Kolaborasi Lintas Sektor – Penguatan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil dalam memperkuat ekosistem pangan nasional.
Menutup pernyataannya, A. Iwan Dwi Laksono menyerukan agar sektor pangan dijadikan prioritas utama dalam pembangunan nasional.
“Pangan bukan hanya soal perut kenyang, tapi soal harga diri bangsa. Dengan strategi yang terukur, kebijakan yang berpihak pada rakyat, dan sinergi lintas sektor, kita bisa menjadikan pangan sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, berdaulat, dan berkeadilan,” pungkasnya. (rzm)