TASIKMALAYA — Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan besar dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan. Namun, kemajuan ini tidak selamanya berdampak positif. Salah satu kekhawatiran yang kini mencuat adalah meningkatnya praktik kecurangan akademik yang melibatkan penggunaan alat bantu AI seperti ChatGPT.
Dengan teknologi ini, siswa dapat dengan mudah membuat esai, memecahkan soal matematika kompleks, hingga menyusun laporan laboratorium dalam hitungan detik.
Fenomena ini memicu kekhawatiran di kalangan pendidik, yang menilai bahwa kemampuan berpikir kritis dan orisinalitas siswa semakin tergerus.
Sekolah Kembali Gunakan Pulpen dan Kertas
Dalam upaya mengatasi tren tersebut, sejumlah sekolah di Amerika Serikat mulai kembali ke metode konvensional: ujian tertulis dengan pulpen dan kertas. Salah satu strategi yang diambil adalah penggunaan blue book, yakni buku catatan bergaris dengan sampul biru yang lazim digunakan dalam ujian era dulu.

Mengutip laporan The Wall Street Journal, dilansir dari detik.com, penggunaan buku biru dinilai efektif dalam membatasi ruang gerak siswa yang berniat menyalin jawaban dari AI. Menulis secara langsung di dalam kelas membuat siswa tidak memiliki waktu untuk mengakses bantuan digital secara diam-diam.
BACA JUGA : Anak-anak Tasikmalaya Antusias Ikuti Qur’an Camp 2025, Wakil Walikota: Perkuat Pendidikan Karakter Islami
“Ujian tatap muka dengan tulisan tangan jauh lebih sulit dimanipulasi dibanding tugas daring,” ujar salah satu pengajar yang diwawancarai. Beberapa guru bahkan menilai bahwa kualitas tulisan siswa meningkat ketika tidak bergantung pada bantuan teknologi.
89 Persen Siswa Gunakan AI untuk Mengerjakan Tugas
Masifnya penggunaan AI di kalangan pelajar dibuktikan oleh survei yang dikutip Fox News, yang menyebut hingga 89 persen siswa mengaku pernah menggunakan alat seperti ChatGPT untuk mengerjakan tugas sekolah. Sebagian dari mereka menyatakan hanya menggunakannya untuk memperbaiki tata bahasa atau mencari ide. Namun, tak sedikit pula yang mengaku sepenuhnya mengandalkan AI untuk menulis makalah atau menjawab soal ujian di rumah.
Sejumlah universitas di AS bahkan melaporkan lonjakan kasus pelanggaran disiplin yang terkait dengan penggunaan AI. Namun, para ahli meyakini angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi karena banyak insiden yang tidak terdeteksi.
Kritik Terhadap Ujian Konvensional
Meski dianggap sebagai solusi sementara, pendekatan tradisional ini juga menuai kritik. Beberapa kalangan menilai ujian tertulis justru dapat membatasi kemampuan siswa dalam mengeksplorasi topik yang kompleks. Materi-materi yang membutuhkan riset mendalam, revisi berkala, serta sumber eksternal dinilai lebih cocok dikerjakan di luar kelas.
Selain itu, kembalinya ujian dengan buku biru tidak serta-merta menyelesaikan persoalan penyalahgunaan AI dalam pekerjaan rumah, proyek kelompok, atau esai yang dikerjakan di luar jam sekolah.
Tantangan dan Harapan
Kemunculan AI seperti ChatGPT telah mengubah wajah pendidikan secara fundamental. Tantangan terbesar kini adalah menemukan keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan penegakan integritas akademik. Beberapa sekolah mungkin kembali ke cara lama, namun tantangan ke depan tetap membutuhkan pendekatan yang adaptif dan berkelanjutan.
Pakar pendidikan menilai bahwa solusi terbaik bukan hanya membatasi akses siswa terhadap AI, melainkan mengedukasi mereka agar mampu menggunakan teknologi secara etis dan bertanggung jawab. (LS)