TASIKMALAYAKU.ID – Tasikmalaya masih memanas! Dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tak terima hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan memilih mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini pun menjadi bola panas yang mengguncang dinamika politik daerah.
Pengamat Politik Sosial dan Pemerintahan, Asep M Tamam, menyebut langkah para calon adalah “hak politik yang tak bisa diganggu gugat.” Ia menegaskan, siapapun berhak memperjuangkan keadilan jika merasa dicurangi.
“Biarkan saja, itu hak konstitusional mereka! Yang penting, nanti MK yang akan menentukan: apakah ada pelanggaran serius atau sekadar tudingan tanpa dasar,” ujarnya.
Tapi, Asep juga menyoroti kegelisahan publik. Masyarakat terbelah! Di satu sisi, ada yang ingin pembangunan segera dimulai, pemimpin baru bekerja. Di sisi lain, ada yang berharap gugatan ini bisa membalikkan keadaan. “Jangan sampai tarik-ulur politik ini mengorbankan rakyat. Pembangunan bukan untuk menunggu drama elite!” tegasnya.
Senada, Pengamat Politik Tasikmalaya, Maulana Janah, menyebut gugatan ke MK sebagai jalur elegan dalam negara hukum. Namun, ia menyindir: “Jangan hanya teriak curang, tapi tanpa bukti! Hukum bukan panggung sandiwara!”
Maulana mewanti-wanti, jika MK mengabulkan gugatan dan PSU diulang lagi, masyarakat bisa muak dan apatis terhadap politik. “Berapa kali rakyat harus disuruh mencoblos hanya demi ambisi segelintir orang? Demokrasi bisa rusak bukan karena sistem, tapi karena kelakuan para pemainnya!” katanya tajam.
Ia juga menyentil nilai-nilai ketimuran yang kini kerap dikorbankan demi hasrat kekuasaan. “Pemimpin yang terpilih nanti masa jabatannya bisa makin pendek karena tarik-ulur politik ini. Lalu siapa yang dirugikan? Rakyat lagi, rakyat lagi.” (*)